(Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id - Produk pertanian dan perkebunan Banyuwangi banyak diminati. Seperti di Dusun Wonokusumo, Desa Telemung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, yang dikenal sebagai sentra prouksi gula semut organik.
Terletak di kaki Pegunungan Ijen Banyuwangi, produksi gula semut organik "Tetes Seludang" ini banyak digemari kalangan menengah ke atas.
Seiring dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, gula semut banyak digemari.
Gula semut atau yang juga dikenal
gula kelapa (nira) ini, memiliki banyak manfaat kesehatan. Mulai dari mencegah
anemia, diabetes, kolesterol, meningkatkan daya tubuh, melancarkan peredaran
darah, dan manfaat lainnya.
"Saya sudah coba, rasanya
enak, manisnya kerasa, dan yang penting banyak manfaat untuk kesehatan. Banyak
varian rasanya, ada original, jahe merah, jahe putih, dan lainnya," kata
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, Sabtu (3/2/2024).
"Kemasannya menarik dan
harganya terjangkau. Proses produksinya dilakukan secara organik dan higienis.
Sudah ada sertifikat halal dan PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga),"
tambah Ipuk.
Bupati Ipuk sendiri telah melihat
langsung proses produksinya. Dia juga sempat memborong gula semut di dusun ini,
di sela program Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa), di Desa Telemung, Rabu
(31/1/2024).
Ipuk mengapresiasi proses kreatif
warga dusun ini, yang menjual olahan kelapa/aren dalam produk jadi seperti gula
semut, sehingga nilai ekonomisnya meningkat. "Tidak hanya gula semut, di
sini juga ada gula jawa, dan varian gula organik lainnya," kata Ipuk.
Untuk mendukung industri kreatif
para petani dan pengrajin di dusun ini, Pemkab Banyuwangi telah memberikan
pelatihan dan memfaslitasi sertifikasi halal dan PIRT. Selain itu, Pemkab juga
memfasilitasi mereka menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan.
Produk gula semut di dusun
merupakan industri rumahan. Terdapat sekitar 20 petani nira dan 15 pengrajin
yang tergabung dalam kelompok tani Makmur Bersama.
Proses pembuatan gula semut dusun
ini seluruhnya dilakukan secara organik. Terdapat SOP (standard operating
procedure) untuk setiap pengrajin. Mulai dari persiapan bahan baku, pemasakan,
kristalisasi, pengayakan, pengeringan, hingga pengemasan dilakukan secara
organik dan higienis.
"Proses pembuatan sudah ada
standartnya. Semua dilakukan secara organik tanpa bahan kimia atau non sodium
metabisulfit," kata pengrajin, Ahmad Fauzan.
Rata-rata satu pengrajin mampu
menghasilkan sekitar 5 kg gula semut per hari. Dengan demikian sehari rata-rata
di dusun ini memproduksi sekitar 75 kg gula semut. Jumlah tersebut bertambah
ketika banyak pesanan.
Fauzan mengatakan peminat dari
gula semut banyak yang dari luar Banyuwangi. "Peminatnya banyak dari
kalangan menengah ke atas. Ada yang datang langsung ke outlet, pesan online dan
lainnya," kata pemuda berusia 24 tahun tersebut.
Fauzan menjelaskan produksi gula
semut di sini dikerjakan oleh anggota keluarga di rumah. Ayahnya yang mengambil
nira, sementara Fauzan dan ibunya membuat gulanya.
Selain gula semut, menurut
Fauzan, juga memproduksi gula jawa. Untuk gula jawa, tiap hari Fauzan bisa
memproduksi sekitar 20-30 kilogram.
"Kini kami juga tengah mengembangkan produk turunannya, yakni susu gula semut. Semoga juga disukai oleh masyarakat," tambahnya. (humas/kab/bwi)