Refleksi Lebaran 1442 Hijriyah, Masih di Masa Pandemi Covid-19Refleksi Lebaran 1442

Refleksi Lebaran 1442 Hijriyah, Masih di Masa Pandemi Covid-19

Penulis bersama KH. Ibnu Athoillah Anggota Syuriah MWCNU Rumpin (Peci Putih), dan Kiyai Asdani Ketua LDNU Rumpin (Sorban hitam putih). Foto diambil sebelum musim pandemi Covid-19.

KabarBanyuwangi.co.id - Alhamdulillah lebaran kali ini serentak dilakukan pada Tgl. 1 Syawal yang bertepatan dengan tanggal 13 Mei 2021. 

Suasana Pandemi Covid-19 masih menjadi rutinitas sehari hari termasuk dalam pelaksanaan Sholat Idul Fitri.

Beberapa masjid maupun tanah lapang sebagai tempat sholat Idul Fitri ada yang masih tampak lengang, sebab memang tidak menjadi tempat pelaksanaan sholat Idul Fitri, pada Lebaran tahun ini.

Baca Juga :

Bagi ta'mir yang mesjid/lapangannya melaksanakan sholat Idul Fitri, tetap terlihat pelaksanaannya mengacu pada wajib protokol kesehatan, yakni: Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak dan tidak berkerumun.

Situasi dan kondisi Lebaran 1442/2021 ini tentu masih tidak terlalu berbeda dengan tahun 1441/2020. Pandemi virus corona Covid-19 masih mengepung di seluruh dunia, bahkan sampai ke beberapa desa di sebagian wilayah Nusantara.

Semoga kita semua selalu tambah barokah di tengah musibah Covid-19, dan senantiasa sehat serta sukses lahir batin. Aamiin.

Disamping itu pada keadaan musibah corona ini ada baiknya kita melakukan refleksi kembali tentang hidup dan kehidupan kita masing masing.

Siapa tahu ada secercah harapan untuk berusaha menuju hidup menjadi semakin kebih bertambah barokah.

Satu diantara cara refleksi adalah bersedia membuka mata, telinga, dan membuka hati atas segala peristiwa yang pernah kita lalui atau pun pelajaran dari perjalanan orang lain yang pernah kita jumpai.

Saya sendiri sudah sekitar 32 tahun tinggal di Rumpin, Kecamatan di ujung Barat-Utara (Barat Laut) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berbatasan langsung dengan Kabupaten Tangerang.

Saya berasal dari Jajag, Banyuwangi. Hampir sekitar 10 tahun terakhir, saya keluar masuk ngalap barokah ke Kiyai kiyai ndeso di Rumpin. Alhamdulillah, beberapa pelajaran bisa menjadi rujukan saya tentang hidup dan kehidupan sebagian besar Kiyai yang pernah saya temui.

Saya pernah ketemu Kiyai, hanya sekedar uang Rp. 400 ribu per-bulan untuk membayar biaya pesantren anaknya, ternyata ada Kiyai yang kesulitan keuangan.

Padahal sehari hari dapat duit banyak dari pemberian umat.

"Dari umat untuk umat".

"Untuk diri dan keluarga, semoga Gusti Alloh berkenan kirim tambahan rejeki".

Itu yang selalu terlontar ketika berharap agar beliau bisa menyisihkan dari setiap bantuan Umat kepada kegiatannya.

Ada juga Kiyai yang hari harinya habis untuk pelayanan umat, tidak bekerja sama sekali.

Hanya sesekali mengajar santri di pondok pesantrennya. Bahkan kabarnya santri tidak dipungut biaya, makan minum serta perlengkapan mandi juga ikut pesantren atau istilahnya "nderek ngenger" ke Kiyai.

Ech ... giliran sumbangan untuk keperluan Banser, sebagian besar disumbang oleh Kiyai.

Ada juga Kiyai yang pandai berbisnis, mobilnya pun mewah. Di mobilnya selalu ada amplop baru.

"Ini siap saya isi. Untuk sumbangan ke Ustadz ustadz yang akan saya temui"

Itu jawabnya ketika saya bilang: "Dah sedia amplop banyak nich...".

Benar saja, mobil mewah itu blusukan ke kampung kampung: menembus rimbun bambu, menembus ranting dan cabang pohon. Tidak pernah takut tergores atau pun kotor dan karatan.

Tanah becek bukan penghalang. Rumah mewahnya pun dijadikan Pesantren untuk usia SD/SMP. Kiyai ini rela berpindah hidup ke atas gunung menemani Santri santri usia SLTA.

Lebih memilih tinggal di rumah gubug sederhana, sambil sesekali menerima tamu, dan tamu yang datang pun dikasih makan minum sekenyangnya.

Tentu masih banyak lagi teladan tulus dari Kiyai kiyai ndeso yang lain. Dan hampir semuanya tidak punya niat agar bisa diteladani sebagai teladan yang baik, tidak!

Tetapi lillahi ta'ala dikerjakan saja amanah yang diberikan umat kepadanya, sambil berharap semoga bisa diakui oleh mbah Hasyim Pendiri Nahdlotul Ulama, sebagai santri beliau.

Subhanalloh. Semoga bisa menginspirasi kita semua. Aamiin.

Rumpin, 04 Syawal 1442/16 Mei 2021


(Penulis Kek Atek, Anggota Mustasyar MWC NU, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Diaspora asal Jajag Kecamatan Gambiran, Banyuwangi)