(Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi kembali menggelar forum “Rembuk Anak”, Senin (21/7/2025). Kegiatan ini menjadi wadah untuk menjaring aspirasi anak-anak yang akan menjadi pertimbangan dalam penyusunan kebijakan daerah.
Bertempat di pelinggihan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi, kegiatan ini diikuti oleh 50 pelajar SMP dan SMA dari berbagai wilayah Banyuwangi.
Tak hanya dari sekolah formal,
peserta juga berasal dari anak yatim piatu, anak berkebutuhan khusus (ABK),
hingga siswa homeschooling.
Dalam forum tersebut, para
peserta membahas enam isu utama yang berkaitan langsung dengan kehidupan
remaja. Di antaranya cyberbullying, kekerasan terhadap anak, perundungan di
sekolah, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, dan hubungan dalam keluarga.
Bupati Banyuwangi Ipuk
Fiestiandani menyebut, “Rembuk Anak” adalah ruang penting bagi anak-anak untuk
menyampaikan gagasan, ide, dan keresahan mereka.
“Terima kasih sudah
berpartisipasi membangun Banyuwangi. Kalian tidak hanya memberi saran, tapi
juga punya tanggung jawab saling mengingatkan sesama teman sebaya,” kata Ipuk.
Menurut Ipuk, masukan dari
anak-anak akan menjadi bagian dari penyusunan kebijakan yang ramah anak di
Banyuwangi. Ia berharap para peserta bisa menjadi penggerak perubahan, terutama
di lingkungannya masing-masing.
“Kalau dari 50 anak ini bergerak,
Insya Allah anak-anak Banyuwangi di luar sana akan ikut semangat, punya tekad,
dan mimpi tinggi untuk berpartisipasi membangun daerahnya,” imbuhnya.
Rembug tersebut dimanfaatkan oleh
para siswa untuk menyampaikan berbagai usulan. Salah satunya yang disampaikan
Jeanny Annisa Risqiah.
Ia dan timnya mengusulkan
pembentukan komunitas anti-cyberbullying, aplikasi edukasi media sosial, serta
wadah aman untuk para korban.
“Korban biasanya ingin
identitasnya dilindungi, jadi penting ada komunitas yang mendampingi mereka,”
kata Jeanny.
Siswi homeschooling PKBM Khodijah
di Songgon ini mengaku tertarik ikut karena ingin tahu lebih banyak tentang
kehidupan remaja lainnya.
“Saya ikut karena penasaran,
ternyata di sini seru. Saya bisa bersosialisasi dan bertukar gagasan,”
ungkapnya.
Selain itu, juga ada Ilham, siswa
SMA Luar Biasa (LB) Banyuwangi, mengusulkan agar ruang-ruang publik di
Banyuwangi diisi informasi dalam huruf braille untuk memudahkan akses anak-anak
difabel.
“Kalau semua tempat ada informasi
pakai braille, kami bisa tahu tentang bangunan-bangunan dan fasilitas di
Banyuwangi,” kata siswa yang memiliki keterbatasan penglihatan ini.
Usulan juga datang dari Kensi
Permata Hati, siswa SMAN 1 Wongsorejo. Kensi meminta pencegahan kasus pelecehan
seksual, dan kekerasan terhadap anak lebih dimasifkan lagi.
“Saya usul kegiatan sosialisasi
secamam ini datang ke sekolah-sekolah,” ujarnya.
Kensi bercerita jika ia sudah
ditinggal ayahnya. Meski sehari-hari membantu ibunya berjualan rujak, ia tetap
punya cita-cita besar menjadi pramugari kereta api.
“Acara ini menyenangkan dan menginspirasi. Saya tergerak karena cerita soal kekerasan anak,” sambungnya. (humas/kab/bwi)