Aktivitas menyadap nira pohon aren di Desa Banjar, Licin (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Hingga saat ini, warga Dusun Rembang, Desa Banjar, Kecamatan Licin, Banyuwangi, masih mempertahankan tradisi menyadap aren sebagai bahan gula merah dengan ritual tertentu. Selain melihat pohon aren yang berbunga, banyak diantara penyadap menunggu ada semacam ‘bisikan melalui mimpi’, sebelum memutuskan menyadap pohon aren.
“Kalau saya yang mendapat ‘bisikan mimpi’, atau kata orang Using ‘diprimpeni’ adalah istri saya. Kalau sudah begitu, berbekal bismillah saya memulai menyadap dan Alhamdulillah ada hasilnya dan lumayan,” kata Ahmad Hanipan (60) kepada kabarbanyuwangi.co.id.
Hanipan mengaku, tradisi menyadap nira pohon aren hanya
orang tua-tau yang masih mempertahankan dengan ritual tertentu. Sementara
anak-anak muda, kurang kuat mengikuti persyaratan-persyaratan. Diakui Hanipan,
istrinya yang bernama Dewi Masita (45) yang sering mendapatkan bisikan gaib.
“Percaya atau tidak, kalau kita langsung memanjat pohon aren
bertujuan mendapatkan aren tanpa ada ritual tertentu, hasilnya sedikit. Namun
selama mengikuti trasdisi tadi, satu pohon bisa mendapatkan 10 liter selam 4
bulan berturut-turut,” tambah Hanipan yang mengaku menyadap aren sejak tahun
2000-an, setelah berumah tangga.
Pohon aren di Desa Banjar, tumbuh pada ketinggian 600 meter
di atas permukaan laut (mdpl). Pohon aren ini, juga sebagai sumber oksigen.
Pohon aren selain tumbuh liar di pinggir sungai, banyak juga yang tumbuh di
kebun kopi milik warga.
“Selama ini belum ada budidaya pohon aren, karena banyak
yang tumbuh liar. Apabila pohon aren tumbuh di kebun kopi, saya ijin menyadap
dan menawarkan bagi hasil gulanya,” tambah Hanipan.
Hanipan mengolah sendiri nira aren sebagai bahan gula,
harganya relatif bagus karena memang sudah mulai langka.
“Konon meski manis, gula aren itu aman untuk orang yang
menderita diabetes. Itu katanya, karena belum ada hasil lab,” kata Teguh
Siswanto, Owner El-Kopi.
Menurut Teguh, keberadaan penyadap nira dan pengolah gula
aren ini, bisa mendukung minuman Kopi sebagai khas kawasan lereng Ijen.
“Setelah diproses menjadi gula, lebih nikmat lagi
disandingkan dengan kopi – a cup of Java, warga di Banjar menyebut dengan nama
“kopi uthek”. Lebih nikmat lagi, diseduh bersama Kopi Rubusta. Caranya, gula
ditaruh di lepekan, kemudian setelah nyeruput kopi, gula aren dikunyah atau
dikulum,” ujar Teguh.
Teguh yang juga sedang mengembangkan Wisata Kebun Kopi,
menawarkan moment khusus menikmati proses pembuatan gula aren. Bagi orang kota,
proses ini tidak mudah ditemui.
“Makanya bisa kontak El-Kopi, untuk menikmati hawa dingin lereng ijen, aroma bunga kopi dan aktivitas memproduksi gula aren secara tradisional,” ujarnya berpromosi. (sen)