Serangkaian kegiatan dalam GGBTK 2023. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id, LUMAJANG - Sebagai upaya untuk memajukan ragam budaya di kawasan Tapal Kuda, Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan even mulbentuk Galang Gerak Budaya Tapal Kuda (GGBTK).
Even tersebut digelar di Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, dan Jember, berlangsung dari 28 Oktober hingga 20 November dengan acara puncak di Jember.
Kabupaten Lumajang mengawali GGBTK dari 28 hingga 29
Oktober, di Kafe Pring Pitu Lumajang dan Pura Mandara Giri Agung, Senduro,
dengan ragam kegiatan, dari workshop, diskusi, jelajah situs, dan pertunjukan
kesenian rakyat.
Workshop Topeng Kaliwungu menjadi acara pembuka diikuti
oleh perwakilan siswa SMA/SMK di Lumajang. Kegiatan ini menghadirkan tiga
narasumber, yakni Windy Melia (koreografer), Fathurrozi (pengrajin topeng
berbahan kertas), dan Zaenal Abidin (pengrajin topeng berbahan
rezin).
Windy menjelaskan bahwa Tari Topeng Kaliwungu adalah tari
topeng yang berasal dari Desa Kaliwungu, Kecamatan Tempeh, Lumajang. Tari ini
diciptakan oleh Senemo dan menjadi bagian pembuka dari pertunjukan sandur
dengan penari laki-laki tunggal menggambarkan tokoh Baladewa dari Kerjaan
Mandura.
“Topeng Kaliwungu yang dikembangkan Senemo sebagai generasi
pertama merupakan bentuk perpaduan budaya Madura dan Jawa. Ini merupakan siasat
kultural yang menunjukkan kesadaran akan keragaman yang indah dan
mempersatukan,” tutur Windy.
Pada tahun 2020, ketika wabah Covid-19 melanda, Windy Melia
dari Sanggar Budaya Pakde dan Cak So, penari generasi kedua Topeng Kaliwungu,
mengkreasi kembali tari ini tanpa meninggalkan pakemnya. Tari Topeng Kaliwungu hasil
kreasi mereka bisa diterima oleh masyarakat Lumajang dan masuk ke dalam kegian
ekstrakurikuler di sekolah.
Topeng Kaliwungu biasa dibuat dari bahan kayu waru. Namun,
untuk kepentingan pembelajaran di sekolah, topeng berbahan kayu dirasa lumayan
mahal. Untuk itu panitia GGBTK memberikan pelatihan pembuatan topeng berbahan
kertas.
“Dengan bahan kertas, kawan-kawan pelajar bisa membuat
sendiri, karena relatif mudah dan murah. Harapannya, semakin banyak siswa yang
mau membuat, topeng untuk bahan utama tarian mudah didapatkan sehingga banyak
pula yang akan mau belajar menari,” tutur Fathurrozi.
Seratus lebih siswa SMA/SMK yang mengikuti workshop cukup
antusias menyimak bagaimana pembuatan topeng Kaliwungu berbahan kertas yang
disajikan oleh Fathurrozi dan timnya. Banyak dari mereka yang menyampaikan
pertanyaan ketika menemukan cara pembuatan yang tidak mereka mengerti.
Sementara, Zaenal Abidin secara terperinci menyampaikan
keuntungan kultural dan material pembuatan topeng Kaliwangu sebelum memberikan
pelatihan. Menurutnya, para siswa sebagaia generasi Z bisa terlibat aktif dalam
pelestarian kesenian tari Topeng Kaliwungu, tanpa harus menyiapkan biaya
mahal.
“Satu topeng Kaliwungun berbahan resin menghabiskan biaya
100 ribu. Harga jualnya bisa lebih mahal dari itu, maka kawan-kawan akan
mendapatkan keuntungan. Inilah yang saya maksud keuntungan kultural sekaligus
material,” jabar Zaenal yang juga anggota DPRD Lumajang ini.
Sama seperti ketika pelatihan pembuatan topeng berbahan
kertas, para siswa pun cukup antusias mengikuti penjelasan demi penjelasan yang
disampaikan Zaenal untuk membuat topeng berbahan rezin.
Dengan keterlibatan gen Z dalam workhsop ini, Direktorat
Kebudayaan Kemendikbudristek menyampaikan apresiasi mendalam.
“Gen Z adalah pewaris budaya bangsa ini, jangan kita
menstereotipisasi mereka dengan hal-hal negatif,” tegas Hilmar Farid, Dirjen
Kebudayaan, ketika dihubungi via WA.
“Partisipasi mereka dalam Workshop Topeng Kaliwungu
membuktikan bahwa mereka juga berkenan untuk terlibat dalam perjuangan
memajukan kebudayaan sebagai benteng bangsa,” imbuhnya.
Lebih lanjut ia berharap agar seluruh rangkaian GGBTK 2023
di masing-masing kabupaten meniru apa yang dilakukan oleh tim Kabupaten
Lumajang. Menggabungkan aspek edukasi dan pergelaran seni merupakan salah satu
cara efektif untuk mengajak kaum muda dalam pemajuan kebudayaan. (red)