Rapat Banggar DPRD bersama TAPD Banyuwangi. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Badan Anggaran (Banggar) DPRD Banyuwangi menyoroti beberapa poin pada Perubahan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Palfon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2025.
Sorotan tersebut meliputi target Pendapatan Asli Daerah (PAD), penerimaan retribusi, belanja modal, hingga rencana pemerintah daerah melakukan pinjaman jangka panjang.
Wakil Ketua DPRD Banyuwangi sekaligus pimpinan Banggar,
Siti Mafrochatin Ni’mah menyampaikan pendapatnya terkait target PAD yang hanya
naik 3,4 persen dari Rp 702 miliar di APBD Induk menjadi Rp 727 miliar.
"Target PAD di Perubahan KUA-PPAS APBD 2025 belum
mencerminkan kekuatan potensi daerah yang sebenarnya, ini dapat menghambat
pembangunan daerah dan pelayanan publik," kata Ni'mah usai rapat Banggar
DPRD bersama TAPD Banyuwangi, Rabu (18/6/2025).
Menurut Ni'mah, kemampuan daerah untuk membiayai
program-program pembangunan dan pelayanan masyarakat akan terbatas jika potensi
pendapatan tidak dimaksimalkan.
Politisi PKB asal Kecamatan Giri itu juga menyoroti
target penerimaan retribusi daerah yang hanya dipatok 35 dan dinilai tidak
realistis.
"Harus ada inovasi untuk meningkatkan penerimaan
retribusi daerah, ini sangat penting karena merupakan salah satu sumber
pendapatan daerah yang potensial," tegasnya.
Selain pendapatan, rasio kenaikan belanja modal dalam
Perubahan KUA-PPAS APBD 2025 juga belum menunjukkan keseriusan dan komitmen
pemerintah daerah terhadap kesejahteraan rakyat.
"Dalam regulasi telah diatur, persentase belanja
modal sekurang kurangnya 29 persen dari total belanja daerah. Persentase
belanja modal pada APBD 2024 sebesar 26,4 persen, namun di APBD 2025 turun 12,9
persen dan di perubahan KUA-PPAS APBD hanya 22,5 persen," ucapnya.
Ni'mah sebagai pimpinan Banggar juga prihatin terkait
rencana eksekutif melakukan pinjaman daerah jangka panjang sebesar Rp 496
miliar.
"Pada Perubahan APBD 2024 lalu, Pemkab berencana
melakukan pinjaman daerah namun urung karena terbentur masa transisi
kepemimpinan. Nyatanya akhir tahun anggaran 2024 justru ada SILPA sebesar Rp
89,21 miliar," ungkapnya.
Dalam nota pengantar Perubahan KUA-PPAS APBD 2025 juga
terungkap adanya piutang daerah sebesar Rp 172 miliar yang belum tertagih,
termasuk tunggakan pajak senilai Rp 100 miliar. Bahkan 15 persen piutang itu
diklaim tidak layak tagih tanpa penjelasan memadai.
“Ini pertanyaan mendasar, kalau kita masih punya potensi
piutang besar, kenapa harus melakukan pinjaman. Kenapa bukan mengoptimalkan
penagihan," kata Ni'mah.
Banggar DPRD Banyuwangi menegaskan, tidak akan serta merta
menyetujui usulan eksekutif untuk melakukan pinjaman daerah tanpa ada
penjelasan dan rincian yang detail.
"Tentu kami akan meminta penjelasan dan rincian yang
detail terkait usulan eksekutif melakukan pinjaman daerah, jaminannya apa,
dipergunakan untuk apa, Jangan sampai kita sebagai wakil rakyat ditanya
masyarakat, tapi tak punya data yang bisa dipertanggungjawabkan,"
tandasnya. (fat)