Keterangan Gambar : Bupati Ipuk Fiestiandani didampingi Ketua MUI, KH Muh. Yamin, saat melihat salah satu kitab kuning yang dipamerkan. (Foto: Budi Osing)
KabarBanyuwangi.co.id - Sejumlah kitab kuno tulisan tangan (manuscript) para Kiai, mulai dipamerkan dalam acara Festival Kitab Kuning yang digelar di Gedung Juang Banyuwangi.
Pameran kitab kuno yang berisi tentang cabang-cabang keilmuan seperti UshulFiqih, Fiqih, Tassawuf, Hadist dan Tafsir atau biasa disebut ‘Kitab Kuning’ yang digelar hingga 12 Maret itu merupakan rangkaian dari pelaksanaan Banyuwangi Festival (Bi-fest) 2022.
Pameran yang dihadiri oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Banyuwangi, KH Muhammad Yamin, dan beberapa Kiai serta para pengasuh
Pondok Pesantren itu dibuka oleh Bupati Ipuk Fiestiandani, Kamis (10/3/2022)
malam.
Bupati dalam sambutannya mengatakan, kitab-kitab kuning
yang dipamerkan tersebut seluruhnya ditemukan dan berada di Banyuwangi.
Melalui pameran Bupati berharap agar tradisi menulis
seperti yang sudah dilakukan oleh para Kiai dan Dzuriyyah sejak zaman dahulu dapat
memotivasi para Santri untuk meneruskan budaya menulis.
“Kitab Kuning ini adalah budaya menulis yang harus
diteladani oleh para santri dan generasi muda sekarang ini yang pada umumnya
kurang berminat tulis-menulis,” kata Bupati Ipuk.
“Ini merupakan kekayaan intelektual Banyuwangi dan menjadi
bagian dari pengembangan akhlak yang harus terus digelorakan menjadi inspirasi
bagi Banyuwangi,” imbuhnya.
Bupati Ipuk Fiesatiandani saat memberikan
sambutan pembukaan. (Foto: Budi Osing)
Menurut Bupati, sejumlah kitab kuning ditulis para Kiai dan
Dzuriyyah Banyuwangi itu merupakan harta karun yang sangat berharga. Hal ini
menjadi kebanggaan tersendiri bagi Banyuwangi.
Pembukaan festival diwarnai dengan pembacaan salah satu
kitab kuno yang ditulis oleh (Alm) KH Abdullah Faqih, pendiri Pondok Pesantren
di Cemoro, Singojuruh, oleh KH Toha Munthoha Manan.
Sebelum ‘membedah’ isinya, KH Toha Munthoha sempat
membeberkan tentang sejarah KH Abdullah Faqih nyantri dan melakukan
pengembaraan keilmuan mulai dari Banyuwangi, Lumajang, Malang, bahkan sampai ke
Banten, hingga bermukim selama 23 tahun di Makkah.
Menurut KH Toha Munthoha, keberadaan kitab-kitab tersebut
menjadi bukti bahwa semenjak dahulu kala Banyuwangi sudah ‘memainkan’ sejarah
yang luar biasa. (bud)