Dam atau Bendung Karangdoro. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Dam atau Bendung Karangdoro terletak di Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi. Bendungan ini merupakan bangunan irigasi terbesar peninggalan pemerintah Hindia Belanda di Bumi Blambangan.
Bendungan Karangdoro ini pula yang menjadi cikal bakal munculnya nama desa di wilayah itu, yakni Desa Karangdoro.
Dalam sejarah, bendungan ini tercatat dibangun tahun
1921. Pimpinan proyek pengerjaan bendungan itu adalah orang Indonesia asli,
yakni Ir. Sutejo asal Jawa Tengah.
Di masa itu, pembangunan bendungan melibatkan kaum
Perantaian, sebutan bagi orang-orang yang kala itu melakukan tindak kriminal
dan menjadi tawanan Belanda. Mereka didatangkan dari berbagai penjuru negeri
dipaksa untuk bekerja terus menerus tanpa diberi upah.
Dalam catatan sejarah, Dam Karangdoro pernah mengalami
kerusakan parah akibat banjir bandang yang terjadi pada tahun 1929.
Musibah itu menyebabkan kerugian materi dan jiwa. Banyak pekerja pribumi yang meninggal saat itu. Kejadian tersebut lantas dikenal dengan sebutan ‘Tragedi Mblabur Senin Legi’.
Tradisi
Bubak Bumi di Bendung Karangdoro. (Foto: Istimewa)
Pasca kejadian itu, warga setempat rutin melaksanakan
tradisi “Bubak Bumi”, ritual penghormatan kepada para leluhur yang berjasa pada
pembangunan Bendung Karangdoro. Tradisi ini juga sekaligus dalam rangka untuk
mengawali musim tanam.
Bubak Bumi diikuti warga yang tinggal di 8 kecamatan yang
dialiri sungai Kalibaru yakni Kecamatan Tegalsari, Bangorejo, Pesanggaran,
Siliragung, Cluring, Purwoharjo, Muncar, dan Tegaldlimo.
Kepala Dinas PU Pengairan, Guntur Priambodo mentakan, Dam
atau Bendung Karangdoro ini mampu mengairi sekitar 16.165 hektar lahan
pertanian Banyuwangi yang tersebar di 8 kecamatan tersebut.
"Operasional dan pemeliharaannya digarap bareng
Dinas PU Pengairan Banyuwangi, Balai Besar Brantas, dan Dinas Pekerjaan Umum
Sumber Daya Air (PUSDA) wilayah Sungai Sampean Baru, karena Dam Karangdoro juga
merupakan kewenangan pemerintah pusat,” ujar Guntur.
Dam itu berdiri kokoh hingga saat ini. Bahkan DPU
Pengairan menyulap wajah Dam Karangdoro, selain untuk mengaliri areal
persawahan di sekitarnya juga sebagai destinasi wisata air di Banyuwangi.
Itu dilakukan guna mengembalikan fungsi bendungan yang bisa digunakan masyarakat secara maksimal. Sekaligus mendukung upaya pemerintah mengembangkan sektor pariwisata.
Petugas
Korsda dan DPU Pengairan Banyuwangi kompak gelontor sedimen di Dam Karangdoro.
(Foto : Istimewa)
Guntur menyebut, secara berkala petugas melakukan kerja
bakti hingga gelontor sedimen di sekitar bendungan. Tujuannya adalah untuk
menjaga pergerakan air dan meminimalisir dampak kerusakan pada lahan pertanian.
"Kami pun berharap agar masyarakat di sekitar hulu
hingga hilir turut terlibat dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan
sungai," pintanya.
Memasuki musim tanam, Guntur menambahkan, pihaknya
melalui beberapa kegiatan telah melakukan sosialisasi tata tanam global. Dalam
rencana tata tanam global itu telah ditetapkan neraca air yang ada di
masing-masing daerah aliran sungai (DAS).
"Sudah dihitung berapa debit air, kapan harus
ditanami, sampai kapan tidak boleh tanam. Sehingga hasilnya akan optimal bisa
dinikmati secara adil dan merata," tandasnya. (fat)