Soroti Insiden Kapal Tenggelam, GM FKPPI Banyuwangi: Perlu Evaluasi dan Kontrol DiperketatGM FKPPI Banyuwangi

Soroti Insiden Kapal Tenggelam, GM FKPPI Banyuwangi: Perlu Evaluasi dan Kontrol Diperketat

Ketua GM FKPPI Banyuwangi, KH Ir. Achmad Wahyudi usai audiensi di Kantor ASDP Pelabuhan Ketapang. (Foto: Firman)

KabarBanyuwangi.co.id – Insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di perairan Selat Bali pada Rabu (2/7/2025) lalu, terus menuai sorotan dari berbagai pihak.

Kali ini, Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM FKPPI) Banyuwangi mendesak adanya evaluasi total dan pengawasan lebih ketat terhadap sistem penyeberangan di Pelabuhan Ketapang–Gilimanuk.

Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua GM FKPPI Banyuwangi, KH Ir. Achmad Wahyudi, saat audiensi bersama pihak ASDP Pelabuhan Ketapang dan KSOP Tanjungwangi, Kamis (24/7/2025).

Baca Juga :

“Kami ingin memastikan sistem yang berjalan ini benar-benar aman. Apakah sudah sesuai regulasi, atau justru perlu upgrade? Ini menyangkut keselamatan jiwa,” tegas Wahyudi saat dikonfirmasi awak media.

Ia mengutip hasil investigasi KNKT yang menyebut kapal KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam dalam kondisi mengangkut muatan mencapai 538 ton, padahal kapasitas maksimal kapal tersebut hanya 138 ton.

“Kalau muatannya bisa kelebihan hampir empat kali lipat, artinya ada sistem yang tidak berjalan. Evaluasi harus menyeluruh, bukan hanya menyalahkan nahkoda,” imbuhnya.

GM FKPPI juga mendorong revisi regulasi agar tanggung jawab tidak sepenuhnya dibebankan pada nahkoda kapal. Wahyudi menilai, pencatatan manifes dan aspek keselamatan harus menjadi tanggung jawab kolektif, bukan personal.

“Regulasinya perlu ditinjau. Jangan semua dibebankan ke seorang nahkoda saja,” katanya.

Selain itu, GM FKPPI juga mengusulkan pergantian kapal-kapal kecil yang tak lagi sesuai kebutuhan penyeberangan.

Kapal besar dinilai lebih efektif untuk mengangkut kendaraan logistik yang kini rata-rata melebihi 35 ton, sekaligus mengurangi kemacetan Pelabuhan Ketapang, khususnya di Dermaga LCM.

Sementara itu, Kepala Seksi Status Hukum dan Sertifikasi Kapal KSOP Tanjungwangi, Widodo, menegaskan bahwa keandalan dan kesiapsiagaan seorang nahkoda sangat krusial dalam kondisi padatnya lalu lintas penyeberangan di Selat Bali.

“Dengan banyaknya kapal yang beroperasi, peran nahkoda benar-benar harus optimal. Kalau idealnya empat kapal, jangan dipaksakan jadi lima demi mengurai kemacetan. Ini perlu menjadi perhatian,” ujarnya usai audiensi.

Widodo juga menyarankan agar waktu muat dibuat lebih longgar agar proses lashing (pengikatan kendaraan) bisa dilakukan dengan valid dan menyeluruh.

Pihaknya mengakui, jadwal keberangkatan yang ketat dari BPTD kerap membuat tekanan psikologis pada nahkoda meningkat. (man)