Berbekal Cinta Kesenian Banyuwangi, di Rantauan Mendirikan Campursari JangerCampursari Janger

Berbekal Cinta Kesenian Banyuwangi, di Rantauan Mendirikan Campursari Janger

Campursari Janger sedang latihan rutin. (Foto: Hasan Sentot)

KabarBanyuwangi.co.id – Namanya Sujiono (56 tahun), warga asal Tegaldlimo, sejak tahun 1983 merantau ke Surabaya. Awal di Kota Pahlawan ikut saudara kerja di Toko Elektronik. Kemudian tahun 1987 pindah ke Sidoarjo, jualan jamu dorong dan menikah dengan Suwani, gadis asal Madiun.

“Setelah satu tahun berjualan Jamu Dorong, saya beralih membuka Warung Nasi Pecel Madiun. Istri saya bisanya masak khas Madiun, belum bisa masak ala Banyuwangi,” ujar Sujiono saat ditemui KabarBanyuwangi.co.id di warungnya, Jl. Kepuh Kiriman Dalam, Waru Sidoarjo, Selasa (25/5/2021).

Saat masih di Banyuwangi, Sujiono pernah ikut sejumlah kelompok kesenian. Mulai dari Wayang Orang, Jaranan dan Janger. Saat merantau, Sujiono sudah punya angan-angen ingin mendirikan kesenian khas Banyuwangi.

Baca Juga :

 “Walaupun saya merantau, masih ingat terus Kesenian Banyuwangi. Waktu itu saya ingin mendirikan Kesenian khas Banyuwangi, tetapi yang memukul gamelannya harus orang Banyuwangi,” kenang Kang Jiono, begitu panggilan akrabnya.

Saat itu, tidak mudah mencari panjak orang Banyuwangi yang tinggal di Surabaya atau Sidoarjo. Kemudian Kang Jiono menghubungi temanya Kang Jo, asal Karetan, Purwoharjo yang dikenalnya saat sama-sama menjadi Panjak di Banyuwangi. Ditambah satu lagi temanya asal Madiun, juga panjak kesenian tradisional.

“Setelah musyawarah, kami sepakat mendirikan Kesenian Campursari Janger. Saya kebetulan bisa membuat gamelan khas Banyuwangi, sementara teman bisa membuat gamelan Jawa,” tambah Kang Jiono.

“Padahal aslinya saat di Banyuwangi, saya bukan panjak, atau pemukul gamelan. Melainkan Wayang atau pemain Janger dan Wayang Orang,” imbuh Bapak 4 putra-putri ini.


Kaloborasi, Gamelan Jawa dan Janger Banyuwangi. (Foto: Hasan Sentot)

Saat melihat Gabyar Seni Banyuwangi di Pasmar Gedangan, niat mendirikan kesenian Banyuwangi tambah membuncah. Apalai pada acara yang digelar sejumlah Paguyuban orang Banyuwangi, Kang Jiono banyak bertemu seniman asal Banyuwangi yang tinggal di Sidoarjo dan Surabaya.

“Campursari Janger ini resmi berdiri tahun 2018, mulanya orang 4 dari Banyuwangi dan 2 dari Madiun. Nama Janger sengaja saya pilih, karena ingin memberi ciri khas dibanding Campursari lainnya,” ujar Kang Jiono.

“Kami sering membawakan lagu Banyuwangi, dengan iringan khas Banyuwangi dan cengkoknya Banyuwangianya juga menonjol,” imbuhnya.

Selama Pandemi Covid-19, Kesenian Campursari Janger nyaris berhenti total manggung. Namun sebelumnya sudah sering manggung di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto dan Malang. Pengundang rata-rata minta dibawakan lagu-lagu khas Banyuwangi, dari 20 lagu 5 harus lagu Banyuwangi.

“Nah saat itu, saya kurang sreg apabila yang memukul gamelan bukan orang Banyuwangi. Makanya kendang saya pegang sendiri, karena sulit mencari pengendang Banyuwangi di Surabaya. Kalau gamelannya, tidak terlalu kentara meski sangat beda cara memukul, yaitu teknik timpalan hanya ditemui di gamelan Banyuwangi,” pungkas Kang Jiono. (sen)