(Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Para petani di Banyuwangi menggelar tradisi Bubak Bumi, sebuah ritual doa bersama menyambut awal musim tanam, di Dam Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi, Senin (30/09/2024).
Selain memohon doa untuk kelancaran pertanian, tradisi ini juga digelar sebagai cara memupuk keguyuban dan persaudaraan petani.
Tradisi Bubak Bumi tersebut diikuti
275 petani yang tergabung dalam Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) se
Banyuwangi. Pada tradisi ini para petani membawa bekal makanan berupa tumpeng
untuk dimakan bersama usai pembacaan doa.
“Bubak Bumi adalah tradisinya para
petani saat memulai masa tanam. Tidak hanya dilakukan di Dam besar seperti Dam
Karangdoro ini, tapi petani di Dam-Dam kecil juga ikut melakukannya,” kata Pj.
Sekretaris Daerah (Sekda) Banyuwangi Guntur Priambodo saat membuka acara.
Guntur mengatakan, Tradisi Bubak
Bumi ini dipusatkan di Dam Karangdoro karena Dam ini merupakan dam terbesar di
Banyuwangi.
Dam ini mampu mengairi 16.165
hektar sawah di 9 kecamatan di Banyuwangi. Yakni Tegalsari, Bangorejo,
Pesanggaran, Siliragung, Cluring, Purwoharjo, Muncar, Gambiran dan
Tegaldlimo.
“Dam Karangdoro ini melayani
kebutuhan air bagi pertanian di sembilan wilayah agar produktivitasnya terus
meningkat. Karenanya keberadaaan dam ini sangat vital maka perlu kita jaga bersama
debit airnya maupun kebersihannya,” kata Guntur.
Pada kesempatan itu, Guntur juga
menuturkan sejarah berdirinya Dam Karangdoro. "Dam ini dibangun pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1921. Namun meski dibangun pemerintah Hindia Belanda,
tapi pimpinan proyeknya adalah orang Indonesia asli, Ir Sutedjo," ujar
Guntur.
Sempat terjadi bencana banjir pada
tahun 1929 yang menyebabkan kerusakan di Dam Karangdoro hingga dikenang sebagai
“Belabur Senin Legi”. Pembangunan kembali dilaksankan pada tahun 1935 dan
diresmikan pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
“Bencana banjir tersebut sebagai
salah satu awal dilakukannya Ritual Bubak Bumi dan digelar pada hari Senin.
Untuk memohon kelancaran pertanian dan terhindar dari bencana serupa,” terang
Guntur.
Ditambahkan Sekretaris Dinas
Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Riza Al Fahrobi, Dam atau Bendung Karangdoro
adalah sungai yang mampu mengairi baku sawah terbesar di Banyuwangi dan Jawa
Timur.
“Baku sawah yang dilayani Dam
Karangdoro ini terbesar di Banyuwangi dan Jawa Timur, luasnya capai 16.165
hektar,” ujar Reza.
“Operasional dan pemeliharaannya
digarap bareng Dinas PU Pengairan Banyuwangi, Balai Besar Brantas, dan Dinas
Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PUSDA) wilayah Sungai Sampean Baru, karena Dam
Karangdoro juga merupakan kewenangan pemerintah pusat,” imbuh Reza.
Selanjutnya dilakukan prosesi menuangkan dawet ke sungai sebagai harapan agar air melimpah ruah dan alirannya bisa menyuburkan pertanian. Kemudian para petani bersama-sama menikmati makan tumpeng sejumlah 100 tumpeng sebagai tanda syukur kepada sang pencipta. (humas/kab/bwi)