Pelaksana PKM Poliwangi dampingi Kelompok Tani Desa Kembiritan terapkan IPTEK. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Mahasiswa Politeknik Negeri
Banyuwangi (Poliwangi) terapkan teknologi pengolahan pasca panen umbi porang
pada kelompok tani di Desa Kembiritan, Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi.
Program tersebut dilaksanakan sebagai upaya pengoptimalan produktivitas keripik atau chips porang pada kelompok tani porang yang ada di Banyuwangi.
Program ini diketuai oleh Dadick Ardian Tinta dengan
anggota pelaksana Fizar Candra Gumiwang, Bela Andriyani, Imam Nasori, Trismi
Rimbita dan didampingi oleh Dosen Teknik Mesin Politeknik Negeri Banyuwangi,
Dian Ridlo Pamuji, S.T., M.T.
Karena fungsinya yang beragam, budidaya umbi porang banyak
diminati warga beberapa tahun terakhir semenjak pemerintah menjadikannya
program super prioritas.
Di Kabupaten Banyuwangi sendiri, ada salah satu daerah yang
mempunyai potensi umbi porang yakni di Desa Kembiritan. Kelompok Tani Desa
Kembiritan memanen umbi porang dan mengolahnya kemudian dikirimkan hingga
keluar negeri dalam bentuk chips porang karena memiliki harga jual yang cukup
tinggi.
Untuk harga, pihak Kelompok Tani Desa Kembiritan menjual
porang basah dengan harga sekitar Rp 3.500 sampai Rp 7.000 per kg. Sedangkan
harga jual chips Rp 35.000 sampa Rp 65.000 per kilogram. Itu pun tergantung
kualitas.
“Tujuan utama dari program ini untuk mendorong produktivitas chips porang yang ada di Banyuwangi agar lebih meningkat lagi. Seperti yang kita ketahui, saat ini umbi porang menjadi primadona disektor pertanian karena memang harganya yang cukup fantasis apabila dijual dalam bentuk chips atau rajangan yang telah dikeringkan.” ungkap Dadick.
Mesin perajang umbi porang. (Foto: Istimewa)
Ketua Kelompok Tani Kembiritan, Ardi mengatakan dirinya
sudah menjadi petani porang sejak 4 tahun silam. Pada tahun 2021 sekarang ini,
porang sedang naik daun karena memang tingginya permintaan pasar. “Namun
sayangnya, tingginya permintaan pasar tidak bisa diimbangi dengan jumlah chips
yang petani hasilkan.” ujar Ardi.
Ardi melanjutkan, selama beberapa tahun ini para petani menggunakan metode manual untuk merajang umbi porang yang kemudian dikeringkan menjadi chips, sehingga produktivitas rendah. Hal tersebut dikarenakan Kelompok Tani Kembiritan belum memiliki sarana memadai untuk melakukan pengolahan umbi porang secara optimal.
“Untuk 1 ton umbi porang, petani membutuhkan waktu seharian
dalam proses merajang. Biaya produksi per 1 tonnya mencapai Rp 350.000,“
lanjutnya.
Selain memakan biaya tinggi, juga membutuhkan waktu yang relatif
lama dan tenaga yang lebih besar. Perajangan secara manual menghasilkan
ketebalan irisan yang tidak sama, hal ini berpengaruh terhadap proses pengeringan.
Dari permasalahan yang ada pada Kelompok Tani Kembiritan,
tim pelaksana melakukan pengembangan dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) dengan mesin perajang umbi porang.
Teknologi yang diterapkan merupakan hasil pengembangan dari
rancangan tim PKM dan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas chips porang
pada di Kelompok Tani Desa Kembiritan Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi.
Teknologi mesin perajang yang dikembangkan oleh tim Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini berbeda dengan mesin perajang pada umumnya.
Pada mesin hasil pengembangan ini, terdapat 2 hopper input dan 2 hopper output.
Selain itu, pisau perajang juga dilengkapi pengatur ketebalan antara 0,6 cm
sampai 1 cm.
Hal ini bertujuan agar operator mesin dapat mengatur ketebalan hasil perajangan sesuai dengan yang diinginkan.
Hasil output mesin perajang umbi porang. (Foto:
Istimewa)
Cara pengoperasian teknologi mesin perajang cukup mudah,
langkah pertama yakni menarik tali tuas motor penggerak. Motor penggerak ini
meneruskan putaran ke pisau perajang yang posisinya vertical melalui sabuk-V
dan poros. Setelah itu, umbi porang dimasukkan kedalam hopper input berukuran
lebar 185 mm sampai 210 mm, tinggi 150 mm, dan panjang 390 mm.
Pada saat umbi porang masuk hopper input, maka mesin
langsung melakukan proses perajangan umbi porang. Hasil rajangan umbi porang
keluar melalui hopper output.
Tidak hanya merancang, tim PKM juga melakukan pendampingan
secara langsung kepada Kelompok Tani Kembiritan.
Dalam pendampingan, tim PKM beserta dosen pendamping
memberikan pemahaman informasi mengenai cara penggunaan, perawatan serta
perbaikan teknologi ini.
Pendampingan dilakukan sebagai upaya pemberdayaan kelompok
tani Kembiritan dalam penerapan IPTEK. Program penerapan IPTEK ini merupakan
langkah perguruan tinggi dalam menjalankan pengabdian kepada masyarakat.
(Penulis: Dadick Ardian Tinta, Ketua PKM
Penerapan IPTEK, Mahasiswa Teknik Mesin Politeknik Negeri Banyuwangi)