
Gapura selamat datang di Desa WIsat Adat Osing Kemiren. (Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Salah satu agenda wisata di
Banyuwangi yang banyak dikenal orang adalah Festival Ngopi Sewu. Digelar di
Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, ribuan kopi dalam cangkir yang khas disajikan
di depan rumah di sepanjang ruas utama jalan oleh warga setempat kepada para
pengunjung yang datang ke Ngopi Sewu (kini Fesival Ngopi Sepuluh Ewu).
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi, Kecamatan
Glagah, Banyuwangi merupakan salah satu desa wisata budaya yang kaya akan
tradisi dan kearifan lokal. Desa ini dihuni oleh masyarakat asli Suku Osing,
yaitu suku asli Banyuwangi yang masih mempertahankan adat dan budaya leluhur
mereka.
Keunikan budaya Osing terlihat dari bahasa, arsitektur rumah
tradisional, serta berbagai ritual dan upacara adat yang masih dijalankan
hingga kini. Desa Kemiren menjadi tempat yang ideal untuk mengenal lebih dekat
budaya khas Banyuwangi.
Kemiren dikenal masih kental dalam memegang teguh adat dan
ajaran leluhur. Desa ini bukan hanya menjadi tempat wisata, tetapi juga pusat
pelestarian budaya Osing yang semakin langka di tengah arus modernisasi.
Tak heran, beragam tradisi adat mewarnai kehidupan di desa
ini, seperti Tumpeng Sewu, Barong Ider Bumi, hingga mocoan Lontar Yusuf. Di
desa ini kita terdapat sanggar tari Gandrung. Bahkan setiap hari Minggu pagi,
digelar Pasar Kuliner Tradisional di Kemiren yang menyajikan makanan khas warga
setempat. Seperti Pecel Pitik, Ayam Kesrut, hingga aneka kudapan tradisional lainnya.
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi, telah ditetapkan
menjadi bagian Jaringan Desa Wisata Terbaik Dunia, The Best Tourism Villages
Upgrade Programme 2025, oleh United Nations Tourism (UN Tourism) - Badan
Pariwisata PBB.
Penetapan ini dilakukan saat ajang Best Tourism Villages by
UN Tourism-2025 Ceremony & Third Annual Network Meeting, di Huzhou, China,
pada 17 Oktober 2025. Kemiren berhasil menjadi salah satu yang terbaik setelah
melalui seleksi ketat dari 270 desa wisata dari 65 negara anggota UN
Tourism.
Kemiren juga dikenal dengan ajarannya dalam menyambut para
tamu dengan ramah tamah dan sebaik-baiknya. “Kita diajarkan suguh, gupuh,
lungguh dalam menerima tamu,” ungkap Suhaimi, Ketua Adat Osing di Desa Kemiren.
Suguh, gupuh, lungguh itu, lanjut Suhaimi, adalah etika
yang harus dimiliki oleh masyarakat Osing dalam menerima tamu. Suguh berarti
suguhan atau hidangan.
Setiap tamu yang datang harus mendapat suguhan, walau
sekadar minuman, terutama kopi.
Sedangkan gupuh, artinya tergopoh-gopoh, antusias dalam
menerima tamu. Adapun lungguh (duduk) memiliki filosofi menyiapkan tempat
sebaik-baiknya bagi setiap tamu yang datang.
“Ngopi sepuluh ewu ini adalah bentuk nyata dari suguh, gupuh, lungguh masyarakat Osing dalam menerima tamu,” kata Mbah Imik, sapaan karibnya.

(Foto: humas/kab/bwi)
Meskipun Desa Kemiren bukan daerah penghasil kopi, namun
berkat ajaran tersebut, menjadikan Kemiren menjadi destinasi ngopi yang paling
didambakan oleh para pengunjung. Ada banyak gerai kopi tradisional di Desa
Kemiren. Setiap harinya dikunjungi oleh para penikmat kopi dari berbagai
daerah.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengaku bangga atas
geliat warga Desa Kemiren. Menurut dia, Kemiren adalah contoh bagaimana
kekuatan budaya lokal dan pembangunan pariwisata yang berpihak pada lingkungan
dan kearifan lokal.
"Kemiren telah menunjukkan bahwa desa dengan akar
budaya yang kuat bisa maju dan mendunia tanpa kehilangan jati dirinya. Ini
menjadi penyemangat bagi kami untuk terus memperkuat ekosistem pariwisata yang
inklusif, berkelanjutan, dan berbasis budaya," tambah Ipuk. (humas/kab/bwi)