Komunitas PEGA mengenalkan produknya yang berbahan sampah organik. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Komunitas Pemuda Etan Gladak Anyar (PEGA) di Desa/Kecamatan Siliragung, Banyuwangi, menemukan cara kreatif mengolah sampah menjadi produk yang bermanfaat.
Berawal dari kegelisahan melihat sungai tercemar sampah, mereka bertekad untuk melakukan perubahan. "Tujuan sosial kami untuk mengolah sampah. Kalau bukan kita, siapa lagi," kata Sundarianto mengenal awal mula PEGA.
Berbekal semangat dan tekad yang kuat, mereka mulai
mempelajari secara otodidak hingga mencari ilmu di dunia maya untuk budidaya
lalat hitam (maggot) agar bisa mengurai sampah organik.
Minimnya modal tak menghentikan langkah PEGA. Pada tahun
2018, mereka nekat menghadang truk logistik PT Bumi Suksesindo (BSI),
perusahaan tambang emas di Tumpang Pitu. Bukan untuk merampok, melainkan untuk
meminta bantuan.
Mereka berharap PT BSI membantu pengolahan sampah yang
mereka kembangkan. PT BSI terkesan dengan tekad anak-anak muda yang dipimpin
Sundarianto. Perusahaan pun sepakat membantu PEGA Indonesia pada 2018.
"Kami memberikan fasilitas tempat atau kandang untuk
produksi maggot," kata Bahtiar Majid dari Community Empowerment PT BSI,
Senin (18/3/2024).
BSI juga memberikan kendaraan untuk mengangkut sampah
dari rumah-rumah dan warung-warung. Bahkan memfasilitasi dan memberikan
akomodasi pelatihan-pelatihan di sejumlah kawasan, seperti di kota dan
kampus.
Setiap bulan diadakan pertemuan antara PT BSI dan PEGA
Indonesia untuk mengurai persoalan dan mencari solusi, termasuk soal kendala
produksi seperti kurangnya pakan dan sampah. "Kami ingin budidaya maggot
ini berkembang," kata Bahtiar.
Setiap pekan, Sundarianto dan kawan-kawan mengolah kurang
lebih tiga ton sampah organik. Mereka rata-rata memproduksi satu kuintal maggot
fresh per minggu. "Kalau kebanyakan sampah limbah dapur, hasilnya pupuk
padat," kata Sundarianto.
Ada lima produk yang bisa diperoleh dari pengolahan
sampah organik ini, yakni maggot fresh untuk pakan ikan dan unggas, maggot
kering untuk pakan hewan hias, pupuk padat untuk tanaman, pupuk cair untuk dekomposer
dan mengurangi amoniak lingkungan, dan insektisida organik untuk mengusir hama
tanaman.
Semuanya berbahan baku sampah yang berasal dari PT BSI
dan warga sekitar.
Saat ini pasar yang disasar baru lokal Siliragung dan
sekitarnya. Mereka belum berminat untuk melebarkan sayap ke luar wilayah. "Alhamdulillah,
kami sampai kekurangan produksi persediaan untuk memenuhi kebutuhan lingkungan
sendiri," ujarnya.
Saat ini ada 100 keluarga menyalurkan sampah kepada PEGA.
Termasuk mengambil limbah pertanian dari kebun buah naga dan semangka. Namun
mereka masih belum maksimal dalam mengolah sampah.
Rumah pengolahan PEGA yang difasilitasi BSI bisa mengolah
2 ton sampah per hari. Namun mereka baru mendapatkan tiga ton sampah per pekan.
"Kami akhirnya mengurangi produksi dan lebih banyak memproduksi telur
daripada maggot fresh,” kata Sundarianto.
“Jadi kalau sudah dewasa, maggot tidak dikasih makan,
lalu akan menjadi lalat dan menghasilkan telur. Telurnya untuk siklus lagi dan
kami jual. Kemarin kami menyuplai per hari 1 ons untuk membantu budidaya maggot
dalam skala bisnis. Kami jual Rp 2,.500 per gram," imbuh Sundarianto.
Kendati bermanfaat untuk lingkungan, pusat pengolahan
sampah organik yang menimbulkan bau tersebut, sempat memicu protes warga
sekitar pada 2020 dan 2021. Bahkan warga sempat meminta PEGA untuk pindah
tempat.
"Kami berusaha meyakinkan warga. Pengolahan sampah
disini beda dengan di tempat pembuangan sampah. Bau berasal dari sampah
organik, dan ini kami mengolahnya," kata dia.
PT BSI dan PEGA sigap merespons protes warga yang
mayoritas belum teredukasi soal pengolahan maggot. "Kami ada treatment
khusus ketika ada bau. Bau tidak sampai berhari-hari seperti kalau sampah
menumpuk di jalan," kata Bahtiar.
Kesuksesan PEGA menarik perhatian banyak pihak. Pada
tahun 2023, Mereka dikontrak oleh Indonesia Solid Waste Association (INsWA) dan
CLOCC untuk menjadi konsultan lokal dalam pengolahan sampah di 14 desa dan 1
kelurahan di Banyuwangi. Bahkan, komunitas ini mendapat undangan untuk melatih
pengolahan sampah di Australia.
Sukses pengolahan sampah oleh PEGA ini membuat PT BSI
ingin mengembangkan pengolahan sampah ini lebih luas. Bahtiar mengatakan,
pihaknya telah memfasilitasi pelatihan dengan Pemerintah Desa Pesanggaran,
pelatihan dengan PKK, badan usaha milik desa, dan pemuda, pada November 2023.
"Teman-teman kami dampingi agar berkembang sebesar
ini. Dan terus berkelanjutan. Ini berkaitan dengan sampah. Kadang kalau
berhubungan dengan sampah, komitmen harus kuat dari kelompok,” kata Bahtiar.
“Kalau komitmen bagus dan produksi bagus, kita bikin
pengembangan bekerja sama dengan desa. Desa menyediakan lahan, kami memfasilitasi
tempat kandang maggot," tambah Bahtiar.
PT BSI berniat mengembangkan pengolahan sampah organik
ini di Pesanggaran. "Berdasarkan evaluasi, sampah juga bagus, karena di
pasar, sampah banyak, di warung makan, sampah banyak," jelas Bahtiar.
Direktur PT BSI Riyadi Effendi menegaskan kembali
komitmen untuk memastikan kehadiran perusahaan dan kegiatannya bisa bermanfaat
bagi masyarakat sekitar dan seluruh pemangku kepentingan.
"Ini wujud Pasal 33 UU 45 semua kegiatan
pertambangan untuk kemaslahatan dan kepentingan masyarakat," ujarnya.
Melalui program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
(PPM), PT BSI berhasil mewujudkan banyak hal.
"Kami mengembangkan binaan PT BSI, yaitu peternakan
maggot untuk pakan ternak berkualitas tinggi, memanfaatkan limbah organik yang
ada di PT BSI," kata Riyadi. (red)