
(Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Dalam upaya melestarikan warisan sejarah Kerajaan Blambangan, Pemkab Banyuwangi berenacana melakukan ekskavasi penyelamatan Situs Macan Putih di Kecamatan Kabat.
Penggalian situs purbakala tersebut menggandeng sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Sri Margana.
Situs Macan Putih dikenal sebagai
lokasi ibu kota Kerajaan Blambangan pada masa pemerintahan Prabu Tawang Alun
II, sekitar tahun 1655 hingga 1691 Masehi. 
Namun seiring waktu, sebagian
kawasan situs telah beralih fungsi menjadi permukiman penduduk, sehingga
diperlukan langkah penyelamatan agar peninggalan sejarahnya tidak semakin
hilang.
Bupati Banyuwangi Ipuk
Fiestiandani menyambut baik rencana ekskavasi tersebut. Ipuk mengatakan
pelestarian situs sejarah merupakan bagian dari upaya menjaga identitas
masyarakat Banyuwangi.
“Kami tidak hanya ingin
melestarikan benda bersejarah, tetapi juga menjaga memori kolektif masyarakat
Banyuwangi. Situs Macan Putih merupakan salah satu jejak penting kejayaan
Blambangan yang harus dilestarikan,” ujar Ipuk, Selasa (4/11/2025).
Ipuk berharap selain menjadi
sumber pengetahuan sejarah, situs ini juga dapat berkembang menjadi destinasi
wisata edukatif di Banyuwangi. 
Ditambahkan Plt. Kepala Dinas
Pekerjaan Umum Cipta Karya Perumahan dan Permukiman (DPU CKPP) Banyuwangi,
Suyanto Waspo Tondo Wicaksono, ekskavasi ini bertujuan mengidentifikasi ulang
dan melindungi keberadaan situs bersejarah tersebut.
“Kami ingin melakukan peninjauan
kembali terhadap struktur yang telah ditemukan di Situs Macan Putih, sekaligus
menyiapkan langkah konservatif agar keberadaan situs ini tetap terjaga,” ujar
Yayan, panggilan akrab Suyanto.
Ekskavasi adalah penggalian yang
dilakukan secara sistematis dan terkontrol untuk keperluan arkeologi. Dalam
arkeologi, ekskavasi adalah metode penelitian untuk menggali situs purbakala
demi menemukan dan mempelajari sisa-sisa peradaban masa lalu
Yayan menambahkan, hasil
ekskavasi ini nantinya akan disusun dalam bentuk naskah akademik dan kajian
budaya lengkap.
“Output akhirnya berupa
rekomendasi dari para ahli cagar budaya, termasuk arahan pembatasan kawasan
hingga kemungkinan pemugaran situs,” jelasnya.
Menurut Yayan, kondisi situs saat
ini cukup mengkhawatirkan, karena sebagian struktur telah rusak atau hilang.
Ekskavasi terakhir dilakukan pada 2015 dan belum pernah dilanjutkan.
“Jika tidak segera ditangani,
peninggalan sejarah ini akan terus berkurang. Karena itu, Pemkab berencana
memulai kembali kajian penyelamatan ini,” tambahnya.
Sementara itu, Dr. Sri Margana
bersama tim arkeolog UGM sebelumnya juga terlibat dalam ekskavasi Situs Macan
Putih pada 2015. 
Dari penggalian di 13 titik,
ditemukan sejumlah struktur arkeologis seperti pondasi bangunan, tembok
keliling istana, serta berbagai artefak peninggalan Kerajaan Blambangan abad
ke-17 berupa gerabah, pecahan keramik, dan tulang.
“Saat ini kami menyiapkan
penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi situs-situs penting dan menentukan
langkah konservasi agar Situs Macan Putih tetap terjaga,” terang Sri Margana.
Selain penelitian lapangan, tim
juga menelusuri arsip Belanda, toponimi, serta kesaksian masyarakat lokal guna
memperkuat data sejarah.
“Tujuan akhirnya, kami ingin
menjadikan Macan Putih sebagai laboratorium sejarah sekaligus destinasi wisata
edukatif,” ungkapnya.
Sri Margana menilai langkah
Pemkab Banyuwangi sangat tepat karena pelestarian situs bersejarah akan
memperkaya daya tarik wisata daerah.
“Banyuwangi memiliki narasi
sejarah panjang. Jika dapat direkonstruksi dan ditampilkan, akan menjadi daya
tarik wisata budaya yang luar biasa,” ujarnya.
Untuk tahap awal, penelitian
difokuskan pada kawasan Macan Putih, sebelum dikembangkan ke situs-situs lain
di Banyuwangi.
“Situs Macan Putih termasuk yang terancam secara konservasi, sehingga perlu segera dilindungi,” pungkas Margana. (humas/kab/bwi)