Pegawai PT BSI mengolah limbah. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Operator tambang emas PT Bumi
Suksesindo (BSI) menunjukkan komitmennya dalam pengelolaan dan pengolahan
limbah tambang yang inovatif dan berkelanjutan.
Ada dua jenis limbah yang dihasilkan dari operasional
penambangan, yakni limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) dan limbah non-B3.
PT BSI menerapkan prinsip reduce, reuse, recycle terhadap limbah yang
dihasilkan.
“Mungkin tidak semua limbah bisa kami terapkan. Tapi untuk
beberapa limbah kami sudah terapkan prinsip tersebut,” kata Manajer Lingkungan
PT BSI, Doni Raaoberto kepada wartawan, Kamis (30/5/2024).
Salah satu contoh inovasinya adalah pemanfaatan oli bekas
sekitar 50-70 persen yang diubah jadi bahan pengganti solar untuk peledakan
batuan di tambang.
“Kami sudah mengantongi persetujuan teknis dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2023. Kami sedang berproses untuk SLO
(Surat Layak Operasi) untuk fasilitasnya,” ujarnya.
Pengolahan limbah ini telah tercantum lengkap dalam dokumen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang sudah disahkan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Limbah B3 yang dihasillkan di PT BSI sendiri telah
memiliki izin penyimpanan sementara dari pemerintah. Dengan peraturan terbaru,
kami sudah memiliki dokumen rincian teknis. Dokumen rincian teknis ini mengacu
ke peraturan terkait dan sudah diintergrasikan dalam Amdal PT BSI,” kata Doni.
Limbah B3 lainnya, oli bekas, gemuk, filter kendaraan dan
alat berat, bahan kimia tidak terpakai serta bahan elektronik dikelola dengan
sistem terintegrasi.
"Semuanya dikelola dalam satu gudang utama yang
berizin. Kemudian dikirim ke pengelola limbah B3 berizin di beberapa tempat,”
jelasnya.
PT BSI juga memiliki akun SIMPEL untuk pelaporan
pengelolaan limbah B3. Pelaporan secara terintegrasi tiap tiga bulan sekali,
termasuk dengan transporter serta pengolahnya.
Masalah limbah adalah masalah yang paling sering
memunculkan salah paham. Menurut Doni, sosialisasi dan edukasi menjadi kunci
untuk meluruskannya.
“Untuk penambangan bijih di permukaan, PT BSI tidak
menghasilkan tailing karena proses dilakukan secara hidrometalurgi.
Heapleaching di satu fasilitas yang sudah didesain aman dan hanya penyiraman
dengan sianida saja. Dari situ dihasilkan konsentrat emas dan perak yang
dilebur jadi emas dan perak batangan,” kata Doni.
Berbeda dengan limbah B3, pengolahan limbah domestik di PT
BSI justru menjadi sarana pemberdayaan masyarakat. Bekerja sama dengan kelompok
PEGA Indonesia, PT BSI mengolah sampah dapur dan sisa makanan karyawan menjadi
pakan ulat maggot.
Limbah non-B3 anorganik seperti kardus bekas dan kemasan
makanan didaur ulang, dan sampah yang bernilai ekonomis diberikan kepada
masyarakat secara gratis.
“Sedangkan untuk sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan,
kami bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi untuk dibawa ke
tempat penampungan sampah sementara untuk diolah lagi,” kata Doni.
Pengolahan dan pengelolaan limbah ini tak selamanya
berjalan mulus. Ada tantangan regulasi yang harus dihadapi PT BSI. “Regulasi
terkait pengelolaan limbah cukup dinamis. Perubahan-perubahan ini yang jadi
panduan bagi kami. Ini tantangan tersendiri,” kata Doni.
Meskipun inovatif, PT BSI juga menghadapi beberapa
tantangan dalam pengelolaan limbah, seperti regulasi yang dinamis dan biaya
yang tinggi untuk pengolahan limbah B3.
"Kami sosialisasi kepada setiap karyawan, termasuk
dengan mitra perusahaan yang bekerja dalam wilayah kami. Juga inspeksi
pengelolaan lingkungan di setiap lokasi dengan tujuan meningkatkan kesadaran
terhadap lingkungan. Tantangan lainnya adalah terkait biaya. Khususnya limbah
B3 biayanya tak sedikit," kata Doni.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, PT BSI rutin memantau
peraturan, mengedukasi karyawan dan mitra, berkoordinasi dengan instansi
terkait, dan membuka diri untuk masyarakat melalui mining tour.
"Kami patuh terhadap peraturan tersebut. Kami juga
berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan arahan terkait
pengelolaan limbah, termasuk saat perizinannya,” ujarnya.
PT BSI melengkapi semua dokumen yang dipersyaratkan dalam
aturan. Koordinasi dengan instansi terkait menjadi penting agar masalah
perizinan ini diselesaikan dalam waktu cepat.
Sementara untuk menumbuhkan pemahaman terhadap masyarakat,
tur tambang menjadi sarana efektif. Tur ini terbuka untuk masyarakat lingkar
tambang, termasuk pemerintah daerah, pelajar, dan kalangan umum.
“Kami membuka pintu untuk mereka melihat langsung ke
tambang dan beberapa lokasi pengelolaan lingkungan, termasuk rehabilitasi lahan
yang dilakukan secara progresif atau bersamaan dengan penambangan dan tidak
menunggu tambang selesai beroperasi,” jelasnya. (red)