(Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Upaya penanganan dan pengelolaan
sampah di Banyuwangi terus mendapat dukungan dari berbagai pihak. Yang terbaru,
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves)
berkolaborasi dengan the Partnership for Plastics in Indonesian Society
(PISCES) meluncurkan pusat pencegahan polusi plastik (Living Lab) yang pertama
di Banyuwangi, Jawa Timur.
Living Lab ini diinisiasi Menko Marves, Luhut B. Pandjaitan
bersama para peneliti yang tergabung dalam program PISCES yang diawaki oleh
Profesor Susan Jobling dari Brunel University London.
Peresmian fasilitas PISCES Banyuwangi Living Lab berlokasi di Desa Pancoran, Kec. Rogojampi, dihadiri oleh Asisten Deputi
Pengelolaan Sampah dan Limbah, Kemenko Marves, Rofi Alhanif, Tim PISCES,
dan Plt Kepala Dinas Lingkungan Kabupaten Banyuwangi Dwi Handayani.
Saat meresmikannya pada 24 Mei 2023 lalu, Asdep Rofi
Alhanif menjelaskan, Living Lab merupakan ruang terbuka bagi para
peneliti, pemerintah, swasta, masyarakat dan para inovator untuk berkolaborasi
dalam menggodok berbagai inisiatif dan inovasi terkait sampah plastik.
Bagaimana mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, pengelolaan plastik dalam
siklus penuh plastik, serta bagaimana menyusun sistem pengelolaan limbah untuk
merancang rantai solusi kemitraan antara pemerintah, bisnis, dan industri.
“Ini merupakan inovasi yang relatif baru di Indonesia, kita berharap ini sustain atau berkelanjutan. Kami mengundang akademisi, pelaku industri, komunitas, serta masyarakat hadir kemari untuk belajar bersama, dan menyusun konsep aksi nyata guna mencari solusi terkait sampah plastik khususnya,” ujar Rofi.
(Foto: humas/kab/bwi)
Program PISCES www.piscespartnership.org merupakan
kemitraan kolaboratif dan inklusif yang mempertemukan peneliti akademis dengan
bisnis, industri, pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil untuk memahami serta
mengelola risiko polusi plastik.
Direktur kemitraan PISCES, Prof. Susan Jobling
mendeskripsikan PISCES Living Lab Banyuwangi sebagai pusat inovasi berbasis
lokasi di mana solusi inovatif diujicobakan dan dipantau secara nyata, sehingga
ada keselarasan antara teori dari peneliti dan praktik lapangan.
“Apabila ini berjalan dengan baik, akan mendorong perubahan
dalam mengatasi polusi plastik di sumbernya, melindungi ekosistem laut dan air
tawar, meningkatkan perikanan dan pariwisata serta memperkuat ekonomi lokal, juga akan mengubah tata kelola hidup bersih dan sehat,” jelasnya.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk
Fiestiandani menyambut positif hadirnya Living Lab di Banyuwangi. Menurutnya,
program ini akan membantu mengakselerasi upaya penanganan sampah di Banyuwangi.
“Terima kasih kepada pemerintah pusat yang terus memberikan
dukungan untuk pengelolaan persampahan di Banyuwangi. Hadirnya Living Lab
beserta tim peneliti makin mengoptimalkan langkah-langkah penanganan sampah
plastik yang sudah kita lakukan selama ini,” kata Ipuk.
Selama ini, Banyuwangi juga telah melaksanakan beragam program
pengelolaan sampah secara kolaborasi bersama banyak pihak. Salah satunya,
lewat project STOP (Stop Ocean Plastics), membantu pengelolaan sampah
laut di perairan muncar. Program kolaborasi bersama PT Systemiq Lestari
Indonesia ini kini diperluas skalanya dengan mendirikan pusat daur ulang sampah
di Kecamatan Songgon yang menjangkau 5 kecamatan lain di sekitarnya.
Banyuwangi juga bersinergi dengan NGO Sungai Watch
melakukan pembersihan sampah di sungai. Selain itu, sinergi juga dijalin
bersama asosiasi pengelolaan sampah dari Norwegia, Clean Ocean Through Clean
Communities (CLOCC), menyiapkan masterplan pengelolaan sampah. (humas/kab/bwi)