(Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id - Selain mengumpulkan para diaspora
dari berbagai wilayah di Indonesia dan dunia, Bupati Banyuwangi Ipuk
Fiestiandani juga mengadakan open house di Pendopo Sabha Swagatha, Kamis
(3/4/2025). Berbagai kalangan termasuk komunitas difabel turut hadir dan
berbagi inspirasi.
Open house ini tidak hanya mempererat tali silaturahmi,
tetapi juga menjadi wadah bagi para teman disabilitas, menunjukkan keterbatasan
fisik bukanlah penghalang dalam berkarya dan berkontribusi.
Seperti Wahyu Riyanto, influencer tunadaksa asal Banyuwangi
yang kini berkarir di Jakarta. Wahyu berbagi pengalamannya keterbatasan fisik tidak
boleh menjadi penghalang untuk berkarya.
Sebelumnya Wahyu mendapat Beasiswa Banyuwangi Cerdas pada
tahun 2016. Kini dia menjadi content creator. Konten-kontennya banyak seputar
mendaki gunung.
Wahyu dikenal melalui kolaborasinya di YouTube bersama
stand-up comedy, Tretan Muslim.
Saat open house Wahyu berbagi pengetahuan tentang content
creating yang bisa diterapkan oleh teman-teman difabel lainnya.
"Di luar daerah, saya belajar bahwa keterbatasan fisik
bukanlah penghalang untuk berkontribusi dan berkarya," ujarnya.
Selain Wahyu, ada Nadifa Hayu Aulia, seorang tunarungu yang
sukses merintis usaha sejak 2019 di Bali bersama suaminya, Fatur Ashad, juga
berbagi kisahnya. Menurut Nadifa, tantangan terbesar bagi penyandang tunarungu
adalah komunikasi, tetapi hal itu bukan penghalang untuk meraih sukses.
"Kesulitan terbesar bagi tunarungu adalah bagaimana
berkomunikasi, tetapi itu bukan halangan. Saya belajar banyak dari suami untuk
berani berinteraksi dengan orang lain. Dengan sedikit usaha, orang akan
memahami kita," ungkap Nadifa.
Selain itu, hadir pula sejumlah komunitas difabel, seperti
komunitas tuli Gerkatin dan Taliwangi.
Sementara Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menegaskan
inklusi sosial merupakan aspek penting dalam pembangunan daerah.
"Terima kasih atas kehadiran teman-teman difabel.
Banyuwangi harus menjadi rumah bagi semua. Kami ingin para difabel juga
mendapatkan ruang untuk berbagi pengalaman dan berkontribusi dalam membangun
daerah," tegas Ipuk.
Selama ini Pemkab Banyuwangi telah menerapkan berbagai
program pro-difabel, seperti pendidikan inklusif dengan program sekolah inklusi
yang hingga saat ini total ada 162 lembaga sekolah, mulai jenjang SD - SMP.
“Kami menyiapkan sekolah inklusi yang ramah difabel, mulai
dari infrastrukturnya hingga Sumber Daya Manusianya,” ungkap Ipuk.
Banyuwangi telah menyiapkan 250 guru pendamping yang
disebar di berbagai sekolah inklusi se-Banyuwangi, untuk mendampingi 1.147
peserta didik berkebutuhan khusus. Adapula beasiswa Banyuwangi Cerdas bagi
siswa difabel.
Banyuwangi juga rutin menggelar Festival Kita Bisa sebagai
ruang bagi para difabel untuk mengekspresikan diri serta menampilkan bakat
minat mereka.
Untuk pemenuhan hak sipil, pemkab menggulirkan program Go
on Document (Godoc) dari rumah ke rumah untuk memberikan kemudahan kepada para
difabel dalam proses pembuatan dokumen kependudukan.
Ruang-ruang publik dan sejumlah destinasi wisata di
Banyuwangi juga telah dibangun dengan konsep ramah difabel.
“Tak hanya itu sejak beberapa tahun terakhir kami juga
membuka jalur khusus difabel dalam rekrutmen ASN di Banyuwangi. Bahkan, perusahaan
swasta juga kami dorong untuk membuka lowongan kerja untuk mereka. Ini sebagai
bentuk dukungan pemkab kepada para difabel,” kata Ipuk.
Melalui inisiatif-inisiatif tersebut, Banyuwangi terus
berupaya menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi penyandang disabilitas,
memberikan mereka kesempatan yang sama untuk tumbuh, berkarya, dan
berkontribusi dalam masyarakat. (humas/kab/bwi)