Kedua mempelai sedang mengepel lantai dekorasi. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Bagi kebanyakan orang, jika hendak melangsungkan hajatan, selain menentukan tanggal dan segela sesuatuanya juga mengundang pawang hujan. Namun ada juga warga yang tidak menggunakan jasa pawang hujan saat melangsungkan sebuah acara dan lebih pasrah terhadap keadaan.
Seperti yang dilakukan keluarga, Yuniar Ferdiansyah, warga jalan Mawar, Kecamatan Giri, Banyuwangi. Acara resepsi pernikahan, Minggu (20/3/2022) malam yang awalnya berjalan lancar, sang tuan rumah mendadak panik.
Sebab mamasuki sore hari awan hitam (mendung) menyelimuti
kota Banyuwangi dan sekitarnya, mengakibatkan turun hujan sangat deras hingga
malam hari. Tak pelak, terop atau tenda pesta pernikahan banyak yang bocor
hingga dekorasi juga basah kuyup diguyur air hujan.
Namun demikian tak membuat acara resepsi pernikan pasangan
suami istri (Pasutri) baru, Yuniar Ferdiansyah dan Ari Desi Maming Pratiwi ini
menunda acara layaknya gelaran Moto GP di Mandalika, Lombok, NTB, meski
akhirnya dilanjutkan kembali setelah kerja keras pawang hujan yang berhasil
mengendalikan hujan.
“Jadi gini Mas, kita awalnya kan tidak pakai pawang hujan,
karena awalnya cuacannya sangat mendukung, panas, tapi tiba-tiba turun hujan.
Kita sempat bingung sih, koq turun hujan sampek masuk area dekor,” kata
mempelai pria, Yuniar Ferdiansyah.
Lantaran banyak air yang menggenangi area pesta pernikahan,
sejumlah ember dan wadah disiapkan untuk menampung air hujan
agar tidak membasahi lantai dekorasi. Selain itu, alat pel juga disiapkan
untuk mengeringkan lantai dekorasi yang mulai licin.
Sebuah ember tadah
hujan diatas dekorasi (kuade). (Foto: Istimewa)
Uniknya, moment bocornya tenda hingga mengguyur dekorasi pernikahan, dimanfaatkan oleh sang fotografer untuk dijadikan konsep foto wedding. Kedua mempelai pun harus rela berpose sambil memegang alat pel dan ember saat sesi foto diatas dekorasi (Kuade).
Ternyata dalam sesi foto justru memunculkan hasil foto unik
anti mainstream bagi kedua mempelai. “Ide itu muncul dari fotografernya menggunakan
proferti ember dan alat pel. Menurut saya koq aneh dan lucu, dicoba aja ah,
tapi menurut saya memang unik,” ujar Yuniar Ferdiansyah.
Meski terlihat sangat sederhana, namun hasil foto sambil memegang
ember dan alat pel diatas pelaminan justru memunculkan sebuah makna mendalam
bagi kedua mempelai. Kelak, baik suka maupun duka, harus mereka jalani bersama,
agar tetap hidup bahagia dan rukun selamanya sampai akhir hayat.
Sementara itu sang fotografer, Sugeng Wibowo mengakui jika
kondisi tersebut terpaksa dilakukan lantaran sebuah keadaan atau kondisi alam
yang tidak bisa diprediksi. Kali ini merupakan pengalaman pertama setelah
puluhan tahun menggeluti profesi fotografer, foto wedding menggunakan proferti
ember dan alat pel.
“Awalnya iseng, ada kru dari tim fotografer membantu set
pelaminan kerena licin. Nggak tau saya melihat orang yang wedding itu koq
tergerak hatinya spontanitas mengambil alat pel. Akhirnya saya melihat, saya
buat history, terus saya pikir ini kayaknya keren, lucu,” ucap Sugeng Wibowo.
Sang fotografer
(pakai topi) bersama tim melihat hasil foto. (Foto: Istimewa)
Menururt Sugeng Wibowo, wedding menggunakan ember dan alat
pel sangat jarang digunakan dan lebih memilih menampilkan kemewahan atau
kemegahan. Namun dibalik kondisi tersebut ada sisi unik dan menarik yang bisa
di petik untuk dijadikan angle foto wedding.
“Saya sebelumnya nggak pernah mengambil angle seperti ini.
Jadi spontanitas saja. Jadi di venue wedding itu ada ember yang memang untuk
itu (tadah hujan). Nah jadi saya tergelitik melihat itu, ada guyurun hujan ada
suara gemericik. Kayaknya lucu deh kalau dipakai ini,” pinta Sugeng.
“Jadi saya ngomong ke teman yang wedding, kayaknya
konyol, tapi ini lucu. Ayok kita sesi foto kayak gini aja. Kalau bagus ya kita
ambil, kalau nggak, ya nggak papa nggak kepakai, buat konyol-konyolan aja.
Ternyata, setelah tau hasilnya dia senang. Jadi akhirnya dengan kondisi seperti
itu, menjadi pembelajaran awal,” pungkas Sugeng. (man)