(Foto: Humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id - Ngopi tidak hanya telah menjadi
lifestyle masyarakat Indonesia, namun terdapat peluang bisnis di dalamnya. Di
Banyuwangi kini banyak anak-anak muda yang mencoba peluang di ekosistem
pengolahan kopi. Memfasilitasi anak-anak muda menjadi entreprenuer kopi,
Banyuwangi menggelar "Banyuwangi Coffee Week" di Gedung Djuang 45,
25-27 Februari.
Di Banyuwangi Coffee Week bisa disebut menjadi surganya
penikmat kopi. Selama tiga hari dihadirkan para ahli kopi dan berbagai produk
kopi Banyuwangi. Sebut saja Iwan Subekti, yang merupakan tester kopi dan
telah berkeliling ke penjuru dunia sebagai juri kopi seperti Brasil,
Amerika Serikat, Jepang, negara-negara Asia Tenggara, dan lainnya.
Produk kopi milik Iwan yang telah terkenal dan menjadi
rujukan cara mengolah kopi dengan benar, Kopai Osing, ada di acara ini. Selain
Kopai Osing, berbagai produk hasil olahan pelaku usaha kopi Banyuwangi di
sekitar kawasan Kawah Ijen dan Gunung Raung juga dihadirkan di Banyuwangi Coffee
Week. Seperti Kopi Telemung, Kasela Coffee, House of Coffee, Leaf Coffee,
Kemangi Coffee, Coffee Wangi, dan serta berbagai produk kopi Banyuwangi
lainnya.
"Ngopi sudah menjadi gaya hidup. Di Banyuwangi kopi sedang tumbuh dengan pesat. Kopi lokal Banyuwangi menjadi salah satu produk Indonesia yang terus mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat. Kini di Banyuwangi telah banyak muncul kedai-kedai kopi yang dikelola anak-anak muda Banyuwangi," kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
(Foto: Humas/kab/bwi)
Berdasarkan data pada Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten
Banyuwangi, tahun 2021 Banyuwangi menghasilkan kopi sebesar 10.575 ton.
Menjadikan Banyuwangi menjadi salah satu penghasil kopi terbesar di Jawa Timur.
Kopi yang dihasilkan di Banyuwangi didominasi perkebunan rakyat. Banyuwangi juga
dikenal Berbagai produk kopi Banyuwangi juga telah diekspor ke berbagai
negara.
"Melalui Banyuwangi Coffee Week, diharapkan mampu
meningkatkan ekonomi kreatif di sektor kopi lokal Banyuwangi. Ini menjadi wadah
bagi anak-anak muda Banyuwangi, mulai dari yang akan hingga telah menjadi
entreprenuer di bidang kopi," kata Ipuk.
Ipuk mengatakan Banyuwangi Festival bukan hanya sekadar
seremonial saja. Namun harus ada unsur pertumbuhan ekonomi.
"Dari Banyuwangi Coffee Week ini diharapkan banyak
yang terdorong menjadi entreprenuer kopi. Selain itu bisa menjadi ajang
pertemuan para pelaku kopi. Bisa saling mengenal, saling membantu, yang
endingnya ada hubungan bisnis to bisnis," jelas Ipuk.
Di Banyuwangi Coffee Week, selain memamerkan produk-produk
kopi lokal Banyuwangi juga terdapat coffee coaching clinic bagi mereka yang
ingin terjun di dunia kopi. Puluhan anak muda dari berbagai kalangan, seperti
santri dari pondok pesantren, pemuda gereja, dan lainnya ikut dalam coaching
clinic yang dipandu oleh Bayu Satria dari Coffee Wangi.
Di coaching clinic tersebut dilatih cara mengolah dan menjadi barista kopi. Mulai cara menggoreng hingga penyeduhan kopi.
(Foto: Humas/kab/bwi)
"Saya suka kopi dan tertarik untuk mendalami kopi. Di
sini saya diajarkan bagaimana cara mengolah kopi," kata Yusril Hamdani,
santri dari Pondok Pesantren Al Anwari Banyuwangi.
Selain itu, di Banyuwangi Coffee Week juga diperkenalkan
sejarah industri kopi di Banyuwangi. Industri kopi mulai hadir di Banyuwangi
sekitar abad ke-17 M. Banyuwangi yang memiliki lahan cukup luas di lereng
Gunung Ijen, sangat mendukung keberlangsungan program penanaman kopi.
Mencermati perkembangan niaga yang semakin menjanjikan,
membuat Clement de Harris, Residen pertama Besuki, memutuskan untuk menanam
kopi di perkebunan Sukaraja (kini Kecamatan Giri) pada tahun 1811. Perkebunan
tersebut kemudian dijadikan lahan pembibitan kopi. Namun, kurangnya penduduk
yang tinggal di Banyuwangi kala itu menyulitkan pemerintah kolonial untuk
memenuhi target produksi.
Selain Sukaraja, dalam rentang waktu 1818-1865 ada beberapa
perkebunan baru di wilayah Banyuwangi Selatan yang sengaja dibuka untuk
memenuhi target produksi seperti di Desa Genteng ada 36 kebun dan Desa
Parijatah ada 32 kebun. Dengan jumlah rata-rata setiap kebun mampu menanam
antara 1.565-11.410 pohon. Hingga medio 1887-1889 produksi kopi di Afdeling
Banyuwangi masih mampu mencatatkan hasil sebesar 13.630 pikul. (Humas/kab/bwi)