Ibu Lilik bersama Paguyunan lain di Balikpapan saat aksis sosial (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Nama lengkapnya Lilik Sismiati, lahir di Banyuwangi 3 Oktober 1949. Sehari-hari sebagai Jurnalis media online Infosatu.co.id di Balikpapan, Kalimantar Timur. Selama ini, Bu Lilik Sismiati juga bukan sosok baru di kalangan penggiat Ikawangi Balikpapan.
Selain masih aktif mengikuti kegiatan Ikawangi Balikpapan, Nenek satu cucu ini juga dikenal sebagai Pendiri Ikawangi Balikpapan. Meski merantau ke Balikpapan sejak tahun 1970, namun hingga kini kecintaan terhadap tanah kelahiran Banyuwangi tidak pernah luntur.
Terbukti saat Ikawangi bersama Forum Komunikasi Paguyuban
yang ada di Balikpapan menggelar aksi sosial bagi masker dan kue kepada
pengguna jalan, Bu Lilik juga aktif terlibat. Panitia mengharuskan peserta
mengenakan pakaian kesenian daerah sebagai identitas, maka Bu Lilik yang
berusia 72 tahun menerima dengan senang hati.
Istri dari Slamat DS, pensiunan Guru asal Kediri Jawa Timur ini, Mengaku mendapat kehormatan tersendiri bisa mengenakan kostum Gandrung di tengah warga Balikpapan yang dikenal multi etnis.
Keterangan Gambar : Ibu
Lilik Sismiati dan Suaminya. (Foto: Istimewa)
Diterimanya tawaran itu bukan tanpa alasan, selain
kebanggan juga Bu Lilik sendiri mantan penari saat masih di Sekolah Pendidikan
Guru (SPG) Pandan, Kecamatan Genteng tahun 1968. Tidak heran, penampilan Bu
Lilik Sismiati terlihat luwes dan menyita perhatian peserta aksi sosial lainnya.
Selama di SPG, Bu Lilik mengaku berlajar tari secara
otodidak kepada kakak kelasnya, atas nama Pak Arifin dan rekan satu kelas atas
nama Suparmi asal Sumberwadung, Kecamatan Genteng, penari Jaran Goyang pertama
di SPG Pandan.
Bu Lilik sendiri pertama kali bisa menari adalah Tari
‘Padang Ulan’, saat itu sudah terkenal. Kebanggaan Bu Lilik Sismiati kepada
Kesenian Gandrung, karena gerakan Tari Gandrung tidak dimiliki oleh daerah lain
di Jawa maupun Indonesia.
Itulah yang membuat Bu Lilik hingga kini masih aktif ikut membantu Sanggar Sritanjung milik Ikawangi Balikpapan. Serta dalam setiap pertemuan orang-orang Banyuwangi, Bu Lilik tidak segan tampil menari dengan sisa-sisa kemampuanya.
Keterangan Gambar : Ibu
Lilik bersama Pengurus Ikawangi Balikpapan, membagi Bunga dan Masker. (Foto:
Istimewa)
Bagi Bu Lilik Sismiati, Gandrung sebagi simbol dan identitas
yang tidak dimiliki daerah lain. Gandrung tidak lepas dari Banyuwangi, sebaliknya
Banyuwangi juga tidak bisa lepas dari Gandrung.
Meski sudah berusia lanjut dan tinggal di tanah rantau,
namun semangat Ibu Lilik Sismiati ini perlu diteladani. Selain sebagai jurnalis
profesional, tidak mudah melupakan kesenian daerah asalnya yang sedikit banyak
telah menempa jiwanya hingga seperti sekarang ini.
Kerinduan tanah kelahiran, selain diekspresikan dari
kesenian, Ibu Lilik dan Suami setiap akhir tahun menyempatkan pulang ke kampung
halaman. Selain menyambung silaturahim dengan sanak saudara, tentu bernostalgia
terhadap keindahan masa-masa kecil di tanah kelahiran.
(Penulis: Budi Purnomo Sakti, Ketua Harian Ikawangi
Balikpapan asal Tegaldlimo, Banyuwangi)