Buruh Mingran yang tergabung dalam Kelompok Jaranan Larosa Arum Hongkong. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Minggu 24 Januari 2021, para buruh migran kembali berlibur di sela pandemi yang belum kunjung membaik. Malah berita tentang parahnya Covid-19 sampai saat ini daerah Jordan dan Yau Ma Tei, ada dua orang yang terjangkit sekaligus melarikan diri.
Pada saat ini, Hongkong lagi-lagi di-lockdown seperti sepuluh bulan lalu. Minggu kemarin, tepatnya tanggal 17 Januari 2021, penulis juga sempat melaksanakan tes swab kembali untuk kali ketiga. Pada kali ini disertai dengan pemberian vaksin gratis.
Namun semakin tinggi angka korban terjangkit yang
terdeteksi, tidak mengurangi aktivitas kami sebagai buruh migran sekaligus
tidak sedikitpun mengurangi semangat untuk tetap berlatih seni tari.
Protokol Kesehatan kami laksanakan dengan ketat, agar kami
selamat dan tidak terkena sangsi Pemerintah Hongkong. Kegiatan latihan kesenian
di negeri jiran, dengan harapan agar kesenian tradisi kami tak sampai hilang,
apalagi sampai diklaim milik negara lain.
Meski dalam kondisi pandemi yang semakin mengkhawatirkan,
kami usahakan tetap berlantih, apa bila waktu dan cuaca memungkinkan. Bagi kami
buruh migran, siapa lagi yang akan melestarikan seni- budaya Indonesia, jika
bukan kami sendiri yang melestarikannya.
Kami di sini masih tetap sama, akan tetap berjuang demi keluarga
walaupun pandemi ini entah kapan akan berakhir. Cobaan ini seakan tidak ada
habisnya. Pengangguran di Hongkong juga semakin meningkat, ditambah pekerjaan
buruh migran sendiri seakan tidak ada habisnya membuat peningkatan angka
depresi yang berkepanjangan.
Buruh migran kerap tidak diizinkan pergi berlibur, tetapi
tidak juga diberikannya fasilitas dan akomodasi memadai untuk beristirahat di
rumah. Bila demikian terus, tentu aktivitas buruh migran semakin membosankan.
Bagaimana lagi buruh migran harus bertindak bijak, ketika
harus menghadapi suasana kerja di rumah majikan sekaligus permasalahan sendiri
dengan keluarga tentu sangat menguras tenaga dan fikiran. Tidak jarang semua
harus ditutupi dari keluarga di kampung agar seakan tidak terjadi apa-apa dan
seolah buruh migran dalam kondisi baik-baik saja.
Seperti halnya kami hari ini, masih tetap berjuang melawan
pandemi, menjaga imun agar tetap seimbang, kami menaripun tetap menggunakan
masker. Kami ingin tetap eksis dalam seni tari, sebagai pelestari budaya
mematuhi protokol kesehatan dan menghindari keramaian.
Gagahnya para Srikandi Blambangan, menarikan jaranan di
tanah rantau juga ikut mengharumkan nama bangsa Indonesia, meski dalam
keterbatasan waktu dan kondisi ditambah harus tetap semangat melawan pandemi.
Cuaca 19 celcius di Hongkong kemarin, tentu sedikit hangat
walaupun malam harinya suhu udara kembali menurun menjadi 11 celcius. Semakin
melecut gairah kami, untuk tetap berkarya.
Menampilkan yang terbaik, diiringi semilir dinginnya angin
dan gemerincing gongseng yang nyaring, kami tetap berinteraksi dengan para
penonton yang kebanyakan buruh migran. Mereka
berlibur bersama warga pribumi, walaupun wajah kami masih juga
terbungkus face shield.
Setelah kami menyelesaikan tari jaranan, acarapun berlanjut
dengan senam aerobic, tentu di tempat yang sama lapangan rumput Victoria. Saksi
tempat di mana kami menumpahkan keluh kesah, lelah, canda tawa, tempat yang
suatu saat akan menjadi kenangan terindah bagi buruh migran.
Tetaplah menjaga imun, kebersihan diri dan kesehatan, rajin
cuci tangan, jaga jarak, tetap pakai masker kemanapun kita pergi. Tetap berdoa,
karena hanya Tuhan yang tahu sampai kapan semua akan berakhir. Tetap semangat
para Srikandi bangsaku, jangan lelah kalian berjuang.
(Penulis: Tirto Arum, Buruh Mingran asal Cluring,
Banyuwangi yang bekerja Cheung Sha Wan, Hongkong)