(Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id - Persoalan anak putus sekolah ternyata tidak hanya berkutat soal biaya. Ada banyak faktor lainnya yang bisa membuat seorang pelajar enggan untuk melanjutkan pendidikannya. Seperti halnya seorang siswi yang berasal dari Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari.
Pelajar perempuan berinisial ML itu, memutuskan untuk tak lagi sekolah dalam dua bulan terakhir. Siswi kelas sembilan di salah satu sekolah swasta itu, mengaku tak percaya diri karena kerap dirundung oleh kawan-kawannya.
“Diejek sama teman, malu,” akunya
ketika ditanya oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani saat menjenguknya di
rumahnya yang sederhana, Selasa (4/4/2023).
Kondisi ekonomi keluarganya yang
terhitung pra sejahtera itu, membuatnya minder. Lebih-lebih dengan kondisi
kedua orangtuanya yang mengalami sakit. Perpaduan dua hal tersebut,
menyebabkannya tak memiliki kepercayaan diri di sekolahnya.
“Sudah dua bulan ini, saya tidak
kembali ke sekolah,” ungkap siswi berparas manis tersebut.
Mendengar pengaduan demikian,
Ipuk memotivasi ML untuk terus bersekolah. Bullying yang diterimanya tidak
boleh merenggut masa depannya.
“Kalau ada yang nge-bully lagi,
laporkan ke guru. Jangan takut. Nanti Pak Guru-nya, saya bilangin agar menjaga
kamu,” ungkap Ipuk.
Pada kesempatan tersebut, Ipuk
juga mengimbau kepada seluruh pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk
bahu-membahu menghentikan perundungan di lingkungan sekolah.
“Stop bullying. Tidak boleh ada
lagi perundungan di sekolah. Sekolah harus jadi tempat yang nyaman bagi
anak-anak kita untuk belajar,” tegas Ipuk.
Untuk itu, ungkap Ipuk,
pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi terus
memperkuat berbagai program untuk mengikis tiga dosa pendidikan. Mulai dari
bullying, kekerasan, hingga intoleransi.
“Kami terus dorong Dinas
Pendidikan untuk memperkuat fungsi pendampingan guru melalui program Pojok
Curhat di setiap sekolah. Selain itu, juga dilakukan Peran Parenting untuk
meningkatkan kesepemahaman antara guru dan wali murid, serta berbagai upaya
preventif lainnya,” tegas Ipuk.
Selain itu, Banyuwangi juga
menyiapkan beragam program pembiayaan pendidikan guna membantu meringankan
beban pendidikan. Mulai dari beasiswa kuliah, uang saku dan bantuan
transportasi tiap hari untuk pelajar, hingga bantuan biaya hidup untuk pelajar
rentan putus sekolah.
Untuk program uang saku, di mana
pelajar SD mendapatkan Rp10.000 per hari, SMP Rp15.000 per hari, dan SMA
Rp20.000 per hari. Demikian pula bantuan uang transportasi, para pelajar SD
mendapatkan Rp10.000 per hari, SMP Rp15.000 per hari, dan SMA Rp20.000 per
hari.
“Ini untuk menstimulus anak-anak
agar tetap mau sekolah. Terkadang, meskipun biaya pendidikannya telah
ditanggung, mereka tetap enggan ke sekolah karena selama di sekolah tidak punya
uang saku,” jelas Ipuk.
“Sehingga mereka sulit
bersosialisasi dengan teman-temannya. Malu, minder dan kemudian tidak mau
sekolah,” pungkas Ipuk.
Sementara itu, Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Suratno memastikan bahwa siswi ML tersebut
bakal kembali sekolah lagi.
“Kami akan melakukan pendampingan secara intens agar adik ML ini bisa kembali sekolah,” pungkasnya. (humas/kab/bwi)