Silaturahim sambil menikmati Rujak Soto satu-satunya di Kupang NTT. (Foto: Guntur Puji Utomo)
KabarBanyuwangi.co.id – Berlebaran di Kota Kupang, sudah saya jalani beberapa tahun. Meskipun tidak ada larangan mudik, kami dan keluarga sudah biasa merayakan lebaran di tanah rantau, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Bedanya jika dibanding sebelum pandemi Covid-19, pelaksanaan sholat Ied bebas. Namun dua tahun terakhir, ada pembatasan dan anjuran untuk sholat di rumah atau Masjid dekat rumah masing-masing.
Namjun sejumlah Masjid dan penyelenggaran sholat Ied di
Kota Kupang, terlihat dipadati para jamaah dan tidak menurunkan minat mereka
sholat sunnah setahun sekali ini.
Bahkan saya melihat antsuaisame yang cukup tinggi, tentu
tetap mematuhi protokol Kesehatan. Setiap Masjid dan tempat sholat Ied, hanya
diperbolehkan menampun 50 persen dari kapasitas yang ada.
Setelah melakukan sholat Ied, kami dan keluarga, juga
anggota Ikawangi Kota Kupang berajangsana seperti di kampung halaman. Tradisi
ini terus terpelihara, dari kaum muda mengunjugi yang tua dan saling
bermaaf-maafan.
Sajian Ketupat dan lepet, juga bisa ditemui pada hari raya
pertama sebagimana tradisi di Banyuwangi. Kue-kue yang disuguhkan, juga sama
dengan kue-kue yang ditemui pada sat lebaran di Banyuwangi.
Praktis susananya tidak jauh berbeda, hanya keluarga dekat
dan teman sepermainan saja yang tidak bisa ditemui. Selain silaturahim, atau
unjung-unjung ke sama anggota Ikawangi, kami juga silaturahim ke sasam rantau
dari pulau Jawa.
Tradisi mereka tidak jauh berbeda dengan di Banyuwangi,
keramahan menyambut tamu dengan berbagai suguhan makanan juga ditemui ke
keluarga Jawa di Kota Kupang.
Keterangan Gambar : Silaturahim
dilanjut ke Warung Assalam, juga milik warga Banyuwangi di Kupang NTT. (Foto:
Guntur Puji Utomo)
Pada hari ketiga Lebaran, kami dan warga Ikawangi Kupang,
juga melakukan rekreasi atau “ngelencer” ke tempat-tempat wisata bersama
keluarga. Tentu bagian dari wisata tersebut, kami berburu kuliner khas
Banyuwangi, yaitu Rujak Soto,
Warung Rujak Soto satu-satunya di Kupang ini, milik Kang
Timbul asal Songgon, Banyuwangi. Jaraknya reltif jauh dari tempat tinggal saya,
yaitu sejauh 30 kilometer. Namun atas nama kerinduan terhadap makanan khas
Banyuwangi, jarak itu tidak menjadi masalah.
Kelebihan makan Rujak Soto di Warung Kang Timbul ini,
selain bisa merasakan masakan yang langka dan sulit di dapat di Kota Kupang,
juga sekaligus silaturahim dengan warga Banyuwangi.
Pembeli Rujak Soto ini, kebanyakan warga Banyuwangi yang
tinggal di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang NTT. Meskipun demikian, banyak juga
warga non Banyuwangi yang memang senang dengan kuliner khas Banyuwangi.
Sebagi Humas Ikawangi Kota Kupang, saya tidak asing lagi
dengan saudara-saduara Banyuwangi yang sedang “andok” di Warung Kang Timbul.
Menjelang sore, silaturahim dilanjutkan ke Warung Assalam,
dengan menu Ikan Bakar. Warung milik orang Banyuwangi ini, sekarang mulai
bangkit setelah menjadi korban banjir bandang sebulan lalu.
(Penulis: Guntur Puji Utomo, Humas Ikawangi Kota Kupang,
NTT)