Proses menjadikan musik tradisi Using sebagai garapan. (Foto: Dok. Joyo Karyo)
KabarBanyuwangi.co.id - Bagi saya tradisi Using itu menarik dan sangat beragam. Kalau saja saya bukan orang Using, lalu saya disuruh memilih jenis kesenian apa, maka saya akan tetap memilih untuk belajar seni tradisi Using. Saya memang sangat menyukai sekali kesenian tradisi Using.
Kecintaan saya terhadap seni tradisi Using, membuat saya selalu bersemangat terlebih ketika mendapat kesempatan menggarapnya. Bagi saya hal itu menjadi tantangan, sekaligus menjadi sarana ruang ekspresi kecintaan saya pada kesenian Banyuwangi.
Seni garap dapat diartikan sebagai sebuah proses, sistem,
cara, serta tahapan-tahapan, rangkaian kerja seni tradisi dalam rangka menghasilkan
sesuatu sesuai dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapai.
Berangkat dari definisi itu, saya selalu berusaha berproses
secara cermat dan teliti. Saya harus selalu memperhatikan lokal jeniusnya dulu,
bagaimana wujud tradisi atau musik aslinya. Baru kmeudian melakukan
pengembangannya, yang harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Kehati-hatian itu wajib dilakukan, agar tidak merusak pakem
atau tatanan yang sudah ada. Pengembangannya jangan terlalu significant, hanya
sekedar adaptif bagi perkembangan jaman.
Saat melakukan garap pada kesenian tradisional, saya juga
menemui kesulitan-kesulitan. Utamanya saat memberikan pengertian tentang pola
garap pengembangan, banyak sekali yang tidak setuju.
Bahkan ada yang menuduh saya telah merusak tatanan (pakem),
meskipun pengambangan itu saya lakukan dengan tetap patuh serta memperhatikan
pakemnya.
Koreo adalah pemanis
gerakan pemusik. (Foto: Dok. Joyo Karyo)
Kesulitan yang muncul, saat saya melakukan pola garap yang
memadukan antara musik dan koreo. Mengingat sejak dulu, seni-tradisi Using atau
seniman Banyuwangi, hanya fokus ke ‘tabuh’ (musik) dan harmonisasi. Tanpa
memikirkan, bagaimana pemusik bisa sedap dipandang mata saat memainkan alat
musik di panggung.
Bagi mereka yang tidak setuju, hadirnya koreo dalam seni
musik garapan, dianggap menjadi ancaman yang melemahkan keberadaan musik itu,
atau akan mengganggu orang dalam menikmati musik tradisi.
Padahal sebenarnya koreo itu sendiri hanya berupa pemanis
saja, bertujuan untuk memukau penonton, bukan menari penuh, atau sengaja
berniat membuyarkan konsentrasi penonton saat menikmati musik.
Di samping masih ditemui ada kekurangan, kelebihannya cukup
banyak. Seniman Banyuwangi itu cerdas-cerdas, apalagi anak-anak mudanya. Kalau
diajak garap seni tradisi, apapun bentuk dan modelnya pasti bisa dan sangat
mudah.
Harapan saya kepada para pakar seni, Dewan Kesenian
Blambangan (DKB) atau instansi terkait, supaya tidak bosan-bosan melakukan
sosialisasi kepada seluruh seniman akan pengembangan kesenian tradisi, tetapi
tetap tidak meninggal pakemnya.
(Penulis: Hadi Sumarno, Ketua Sanggar Joyo Karyo,
Singotrunan, Banyuwangi)