Sujarno berserta istri dan anak perempuannya. (Foto: Keluarga)
KabarBanyuwangi.co.id – Larangan tidak mudik saat lebaran tahun ini, membuat warga harus mengalihkan rindu kampung halaman dengan kegiatan lain. Kenangan saat hidup di kampung halaman, keguyuban teman sepemainan dan sanak saudara, merupakan hal-hal yang hilang dan tidak bisa ditemuai saat lebaran di tanah rantauan.
“Saya tidak lebaran di Kampung halaman sudah ketiga tahun ini, terakhir tahun 2018 bertemu keluarga di Sarongan, Pesanggaran, Banyuwangi. Paling berkesan dan tidak tergantikan adalah, saat bersilaturahim dengan kelaruga besar, bertemu dengan teman sepermainan dan pengalaman baru adalah menghadiri kegiatan Diaspora di Pendopo Kabupaten Banyuwangi,” ujar Sujarno, Pembina Ikawangi Mamuju Tengah Provinsi Sulawesi Barat ini.
Pria asli Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggran ini, sudah 20
tahun merantau dan sebetulnya sudah biasa lebaran di rantauan. Namun saat ada
kesempatan pulang, tetapi tidak bisa digunakan, ada sesuatu yang hilang. Pulang
ke Banyuwangi bagi Sujarno, adalah saat menyaksikan beragam kesenian dan tarian
Banyuwangi secara langsung, menikmati kulinernya dan keindahan alamnya.
“Kalau di ratauan, kita ajangsana dengan sesama warga
Banyuwangi atau Jawa sebagai obat kangen. Berusaha memasak olahan khas lebaran,
untuk disantap bersama. Juga yang paling penting adalah, memutar lagu-lagu
Banyuwangi sambil menirukannya,” kata Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa Kabupaten Mamuju Tengah ini kepada KabarBanyuwangi.co.id, Senin (3/5/2021).
Keterangan Gambar : Keluarga
Besar Sujarno saat lebaran tahun 2018. (Foto: Istimewa)
Secara Pribadi, Sujarno menanggapi larangan Mudik dari
Pemerintah ini, masih perlu untuk dikaji ulang. Mengingat banyak membawa dampak
kepada saudara-saudara yang berprofesi
pada bidang Transportasi khususnya Darat.
“Para pengusaha Bus, rental dan lainnya beserta pengemudi
ini sudah dipastikan turun penghasilannya dan sementara kebutuhan tetap
meningkat. Namun demi alasan yang lebih besar memutus mata rantai perkembangan
virus corona, kita tetap harus mematuhi keputusan pemerintah tersebut,” ujar
pria yang bangga disebut Arek Pasar Terminal Sarongan ini.
Santapan lebaran, bagi keluarga Sujarno bisa dipertahankan
seperti di Banyuwangi. Mulai Ketupat Lepet, kue suguhan tamu juga sebisa
mungkin seperti di kampung halaman.
“Namun kami juga harus terbuka saat di rantau, berusaha
menikamti keliner setempat yang sebelumnya tidak pernah menikmati. Akibat
sering dapat suguhan Sop Konro, keluarga kami akhirnya bisa dan senang dengan
masakan khas Sulawesi itu,” pungkas Sujarno. (sen)