(Foto: Humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id - Puluhan siswa langsung berhamburan keluar kelas begitu mendengar suara sirine. Masing-masing berjalan dengan posisi membungkuk sembari melindungi kepala.
Dari arah lain, tampak sekelompok siswa yang berguling kemudian berlari menjauhi kobaran api. Kemudian berhenti di lokasi ‘’titik kumpul’’.
Mereka adalah siswa-siswi SDN 5 Kebondalem,
Kecamatan Bangorejo, yang sedang mengikuti simulasi mitigasi bencana kebakaran
dan gempa bumi dalam kegiatan Tagana Masuk Sekolah (TMS), merupakan program
nasional yang kini masif dilakukan di Kabupaten Banyuwangi.
“Ini adalah bagian dari upaya
pengurangan resiko bencana berbasis masyarakat,” kata Bupati Banyuwangi Ipuk
Fiestiandani saat meninjau pelaksanaan TMS, di sela Bupati Ngantor di Desa
(Bunga Desa) di Desa Kebondalem, Rabu (22/6/2022).
“Anak-anak diedukasi sejak dini tentang mitigasi kebencanaan. Sehingga mereka mampu menyelamatkan diri dan melakukan evakuasi sederhana bila terjadi bencana,” imbuhnya.
(Foto: Humas/kab/bwi)
Edukasi mitigasi bencana tersebut
menyasar kalangan pelajar pada jenjang SD dan SMP. Sejak 2021, TMS telah
menjadi agenda rutin dalam program Bunga Desa yang dilaksanakan Bupati Ipuk
setiap pekan di desa-desa.
Lewat TMS, kata Ipuk, Banyuwangi
berupaya menyiapkan generasi yang tanggap dan siap siaga menghadapi bencana.
“Bencana bisa datang kapan saja. Dengan pengetahuan mitigasi bencana yang dimiliki,
diharapkan masyarakat bisa lebih tanggap, sehingga bisa mengurangi risiko
korban jiwa,” papar Ipuk.
Salah satu siswa, Kayla, mengaku
senang dengan kegiatan Tagana Masuk Sekolah. “Dapat ilmu baru. Kita jadi tahu
macam-macam bencana dan cara menyelamatkan diri. Ini penting biar selamat jika
tiba-tiba terjadi bencana,” ujar Kayla.
Ditambahkan Kepala Dinas Sosial
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB) Henik Setyorini
menambahkan, materi dasar yang diberikan dalam TMS terkait pengurangan resiko
bencana, upaya pertolongan dan potensi kebencanaan di masing-masing wilayah.
“Materi di setiap daerah berbeda sesuai potensi kebencanaannya. Misalnya, di Kecamatan Bangorejo materi mitigasinya terkait tanah longsor, gempa bumi, kebakaran, dan puting beliung. Materi ini akan berbeda saat kita di wilayah Muncar yang dekat dengan pantai,” urai Henik.
(Foto: Humas/kab/bwi)
Kegiatan ini melibatkan puluhan
instrukstur Taruna Tanggap Bencana (Tagana) Dinsos PPKB, Pemadam Kebakaran
(Damkar), Satpol PP, serta tim pengelola Ijen Geopark.
“Selain mitigasi bencana, pelajar
juga mendapat edukasi tentang geopark Ijen. Bagaimana sejarah terbentuknya
geologi, warisan budaya, dan keanekaragaman hayati di kawasan geopark ijen. Ini
dalam rangka mendukung Geopark Ijen menjadi jaringan geopark dunia,” ungkap
Henik.
Selain menyasar sekolah, edukasi
mitigasi bencana di Banyuwangi juga dilakukan di kampus-kampus. Materi yang
diberikan terkait management di pengungsian.
“Kita mengedukasi mahasiswa agar mampu berperan sebagai relawan saat terjadi bencana. Mereka diharapkan bisa membantu para pengungsi, memastikan mereka aman secara logistik, lingkungan, hingga psikisnya,” kata Henik. (Humas/kab/bwi)