Soal Konflik Kemitraan Kehutanan di Banyuwangi Selatan, Perhutani Buka SuaraPerhutani KPH Banyuwangi Selatan

Soal Konflik Kemitraan Kehutanan di Banyuwangi Selatan, Perhutani Buka Suara

Ratusan warga di Banyuwangi menggelar aksi unjuk rasi di depan Perum Perhutani KPH Banyuwangi. (Foto: Fattahur)

KabarBanyuwangi.co.id - Kepala Administratur (ADM) Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, Panca Sihite buka suara mengenai permasalahan yang terjadi dengan mitranya di kawasan hutan KPH Banyuwangi Selatan.

Hal itu disampaikan Sihite usai menemui Kelompok Tani Hutan (KTH) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang menggelar aksi demo di depan Perum Perhutani Banyuwangi, Kamis (8/12/2022).

Dia menyebut, ada dua aspirasi yang disampaikan peserta demo, yaitu dari LMDH di Desa Buluagung, Kecamatan Siliragung, soal usulan perubahan jenis tanaman yang ditanam di tahun 2022.

Baca Juga :

Kemudian soal penyelesaian dualisme kepengurusan LMDH Tambak Agung di Desa/Kecamatan Pesanggaran. "Yang Buluagung itu menginginkan perubahan jenis tanaman dari pohon jati menjadi pohon sengon," ujar Sihite.

Sihite menjelaskan, di Desa Buluagung terdapat lahan seluas 45 hektar milik Perhutani yang diminta masyarakat untuk ditanami pohon sengon. Namun menurutnya, usulan itu tidak memungkinkan karena berbenturan dengan peraturan perusahaan.

"Dari luasan lahan yang ada itu, dulu kita sudah pernah mengakomodir keinginan mereka dengan memberikan 15 hektar ditanami pohon sengon. Bahkan usulan itu sudah pernah kami sampaikan kepada pimpinan kami di Surabaya, tapi keputusan pimpinan sesuai aturan perusahaan bahwa disitu tetap ditanam pohon jati. jelas Sihite.

Itu sesuai rencana pengaturan kelestarian hutan yang disusun setiap 10 tahun sekali oleh Kementerian Perhutanan," imbuhnya.

Bahkan Perhutani pernah menawarkan solusi yang menguntungkan masyarakat untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Jangka pendeknya dari penanaman palawija, kemudian setelah enam tahun bisa memanen pohon sengon sebagai jangka menengahnya.

Sementara jangka panjangnya, 10-20 tahun mereka akan mendapatkan bagi hasil dari tebangan pohon jati. "Jadi ada jangka pendek, menengah, panjang itu bisa menambah penghasilan masyarakat. Tapi mereka tetap tidak mau, mereka ingin seluruhnya ditanami pohon sengon," kata Sihite.

Lebih jauh Sihite menerangkan jika Perhutani memang diberi tugas oleh negara untuk mengelola hutan dengan melibatkan masyarakat sebagai mitra. Kerjasama kemitraan itu disepakati melalui perjanjian kerjasama.

Dalam kesepakatan kerjasama itu dijelaskan bahwa perhutani maupun LMDH ataupun kelompok tani wajib mentaati naskah kesepakatan kerjasama yang tertuang dalam SK Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Kemitraan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan.

"Dalam SK juga tertuang kewajiban perhutani menyusun desain pola tanam. Dan ini sudah sering kita sosialisasikan," sambungnya.


Kepala Administratur (ADM) Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, Panca Sihite menunjukkan naskah perjanjian kerjasama kemitraan. (Foto: Fattahur)

Apabila terjadi perselisihan antara para pihak akibat perjanjian kerjasama akan diselesaikan melalui musyawarah mufakat.

Namun bila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat, lanjut Sihite, maka para pihak memilih dan sepakat untuk dipasilitasi oleh kelompok kerja perhutanan sosial, atau lembaga desa, atau bisa juga pemerintah daerah dengan prinsip musyawarah mufakat.

"Sebenarnya kita juga sudah beberapa kali melakukan pertemuan, bahkan dengan melibatkan stakeholder untuk menyelesaikan permasalahan ini, tapi memang belum ada titik temu," kata dia.

"Sehingga aspirasi dari masyarakat ini akan kita coba sampaikan kembali kepada pimpinan. Dan untuk sementara penanaman ditunda dulu sambil menunggu keputusan pimpinan kami. Nanti keputusan pimpinan, itulah yang akan kita jalankan," tambahnya.

Sementara itu, koordinator aksi Sugianto menyampaikan, aksi unjuk rasa dilakukan oleh 4 Kelompok Tani Hutan (KTH) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

Menurutnya, ada beberapa aspirasi dari masyarakat kepada Perhutani. Salah satunya keinginan kelompok tani Desa Buluagung, Kecamatan Siliragung, menginginkan pengelolaan secara penuh dengan menanam pohon sengon di lahan milik negara dan menolak penanaman pohon jati yang diprogramkan Perhutani.

"Program penanaman pohon jati itu kan 35 tahun, sedangkan jati baru bisa dipanen atau ditebang setelah 40 tahun. Sementara kami ingin menanam pohon sengon, tapi ADM tidak menyetujui, sedangkan masyarakat sudah mendapat SK dari Kementerian," jelas Sugianto.

"Untuk Desa Buluagung, sebenarnya sudah ada kesepakatan. Tapi disisi lain ada yang belum clear. Jadi saya tidak mungkin membawa surat kesepakatan hanya satu, oleh karena itu kami sepakat besok tetap menanam sengon berdasarkan SK Kementerian," tambahnya. (fat)