Prastono Santoso bersama Tim saat sosialisasi Kurikulum Bahasa Using. (Foto: Dok/Pribadi diambil sebelum pandemi)
KabarBanyuwangi.co.id - Awal menjadi guru bahasa Using adalah ketika ditunjuk oleh kepala sekolah untuk mengikuti sosialisasi dan Diklat Pembelajaran Bahasa Using di Sekolah Dasar sekitar tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi.
Kemudian, pada tahun 2017 direkrut oleh dinas menjadi Tim Penyusun Kurikulum dan Materi Muatan Lokal (Mulok) Bahasa Using. Bekal itulah yang kemudian menjadi bahan saya mengajar bahasa Using sampai sekarang.
Pada dasarnya, saya bukanlah orang orang Using. Keluarga
dari Bapak keturunan dari Malang sedang Ibu dari Lumajang. Namun dalam
kehidupan sehari-hari, saya sering berinteraksi dengan masyarakat Using baik
yang tinggal di Desa Karangsari, Temuguruh maupun Gendoh.
Kegiatan kesenian yang saya ikuti sejak kecil, yaitu seni
tari, membuat saya semakin intens berinteraksi dengan orang-orang yang
menggunakan bahasa Using sebagai bahasa komunikasinya. Alhasil, saya lambat
laun dalam berkomunikasi sering menggunakan bahasa Using.
Sosialisasi Muatan
Lokal Bahasa Using terus dilakukan. (Foto: Dok/Pribadi diambil sebelum pandemi)
Walau dengan kosa kata yang terbatas, ketika saya merantau
ke Kalimantan, Sulawesi dan Bali (sebelum menjadi guru), saya dengan percaya
diri jika bertemu dengan orang-orang perantau yang berasal dari Jawa, apalagi
dari Banyuwangi. Saya dalam berkomunikasi selalu menggunakan bahasa Using, meski
sedikit bercampur bahasa Jawa. Saya merasa bangga menjadi orang Banyuwangi,
dengan bahasa Using-nya.
Seringnya hadir dalam peristiwa-peristiwa budaya di
Banyuwangi, mulai tahun 2004 ketika masuk menjadi bagian dari mahasiswa STKW
Surabaya, membuat diri saya seakan akan juga menjadi bagian dari masyarakat
Using. Dari situlah, saya selalu menggunakan bahasa Using dalam berinteraksi
dengan masyarakat. Serta merasa bangga ketika bisa berinteraksi dengan
menggunakan bahasa Using.
Tugas yang saya emban di sekolah, untuk mengampu
pembelajaran muatan mulok bahasa Using menjadikan tantangan untuk semakin
memperdalam tentang kebahasaanya. Demikian pula dengan kondisi siswa yang
hiterogen, karena bukan berasal dari etnis Using saja, namun juga berasal dari
etnis Jawa dan Madura.
Prastono Santoso dan Nuriyatingsih istrnya (Foto: Dok/Pribadi)
Apalagi setelah masuk menjadi Tim Bahasa Using, serasa ada
tantangan baru dengan adanya penolakan dari sekolah dengan siswa berbasik etnis
Madura dan Mentaraman (Jawa).
Maka dari itu, saya mengusulkan pada Tim bahwa pembelajaran
bahasa Using tidak hanya menitik beratkan pengetatan bahasaannya saja, namun bahasa
Using sebagai media informasi, tentang budaya lokal Banyuwangi terhadap peserta
didik.
Oleh karena itu, materi bahasa Using banyak mengambil dari
khasanah budaya lokal Banyuwangi yang sementara ini, sangat kecil sekali
termuat dalam materi pembelajaran umum.
Setelah fungsi pembelajaran bahasa Using, selain sebagai
pelestarian kebahasaan, juga berfungsi sebagai informasi keragaman budaya
Banyuwangi. Alhamdulillah semua pendidik sekolah dasar se-Banyuwangi, dengan
semangat menerima pembelajaran bahasa Using.
Latar belakang saya yang bukan orang asli Using, turut sebagai testemoni bahwa walau bukan orang Using tetap bisa melaksanakan pembelajaran bahasa Using.
(Penulis: Prastono Santoso, S.Sn. S.Pd, Anggota Tim
Penyusun Kurikulum Bahasa Using dan Guru SDN 1 Gendoh, Kecamatan Sempu,
Banyuwangi)