Kasus Dugaan Pengeroyokan di Pondok Pesantren Banyuwangi, Polisi Tahan 6 SantriPolresta Banyuwangi

Kasus Dugaan Pengeroyokan di Pondok Pesantren Banyuwangi, Polisi Tahan 6 Santri

Petugas menggiring para terduga kasus pengeroyokan santri. (Foto: KabarBanyuwangi.co.id)

KabarBanyuwangi.co.id – Kasus dugaan pengeroyokan yang menewaskan seorang santri dari salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Banyuwangi, masih terus berproses.

Pihak kepolisian hingga saat ini telah menahan enam orang santri yang diduga terlibat dalam kasus pengeroyokan terhadap AR (14) pada Desember 2024 lalu. Mereka yakni HR (17), WA (15), IJ (18), MR (19), S (18), dan Z (18).

"Sampai hari ini masih berproses, terhadap empat dewasa dan dua anak berhadapan dengan hukum sudah ditahan," kata Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol. Rama Samtama Putra, Selasa (7/1/2025).

Baca Juga :

Rama menyebut, pihaknya hingga kini masih terus mendalami kasus dugaan pengeroyokan yang mengakibatkan santri asal Buleleng, Bali tersebut meninggal.

"Untuk motifnya memang terjadi sesuatu hal yang membuat santri senior tidak berkenan hingga terjadilah pemukulan terhadap korban," ujar Rama.

Pihak kepolisian juga telah memanggil dan memeriksa 4 orang pengasuh pesantren bersangkutan. "Kasus ini masih kita dalami, karena pada saat kejadian tidak ada pengasuh yang ada di tempat kejadian," kata Rama.

Selain mengusut tuntas kasus ini, pihak kepolisian juga melakukan langkah-langkah mitigasi untuk mencegah tindak kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan, termasuk pesantren.

"Kemarin Forkompinda melakukan rapat koordinasi, kami akan melakukan kegiatan semacam sosialisasi kepada seluruh pimpinan pondok pesantren yang ada di Banyuwangi," jelasnya.

Kapolresta Banyuwangi Kombes Pol. Rama Samtama Putra saat memberikan keterangan kepada wartawan. (Foto: KabarBanyuwangi.co.id)

Langkah tersebut juga melibatkan Kementrian Agama (Kemenag) setempat. Polisi meminta Kemenag mengeluarkan kebijakan terkait standar-standar prosedur yang memgatur pola pengasuhan maupun sistem pengawasan untuk mencegah aksi kekerasan di lingkungan pesantren.

"Sudah kita rumuskan beberapa hal, termasuk kita atur sedemikian rupa agar pengasuh memiliki tanggungjawab tidak hanya pada interaksi saat jam pelajaran saja, tetapi pada proses pola pengasuhan di luar jam pelajaran," kata Rama. (fat)