Pemandu wisata lokal TWA Kawah Ijen rela belajar Bahasa Mandarin secara mandiri dengan didampingi mentor profesional. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Seiring terjadinya ledakan kunjungan wisatawan asal China ke Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen memicu respons cepat dari para pemandu wisata lokal.
Alih-alih kewalahan menghadapi kendala bahasa, para tour guide justru mengambil langkah progresif dengan belajar Bahasa Mandarin secara mandiri demi meningkatkan kualitas layanan wisata.
Dalam dua tahun terakhir, wisatawan Tiongkok mendominasi
kunjungan ke Kawah Ijen. Namun, minimnya kemampuan berbahasa Inggris di
kalangan turis China membuat komunikasi di lapangan sering terhambat.
Kondisi tersebut mendorong para tour guide di kawasan
Dusun Tanah Los, Desa Tamansari, Kecamatan Licin, untuk beradaptasi secara
cepat.
“Sebagian besar turis dari China tidak bisa Bahasa
Inggris. Supaya bisa melayani mereka dengan maksimal, kami sepakat ikut
pelatihan Bahasa Mandarin,” ujar Sigit, salah satu tour guide, Selasa
(10/6/2025).
Langkah ini bukan sekadar wacana. Sedikitnya delapan tour
guide lokal patungan biaya untuk mendatangkan mentor Bahasa Mandarin langsung
ke desa mereka.
Kegiatan belajar dilakukan secara intensif, tanpa
dukungan formal dari lembaga pemerintah, melainkan murni atas inisiatif
sendiri.
Mentor yang mereka undang adalah Sulistiyani, pengajar
Bahasa Mandarin yang biasa mengajar di kawasan kota Banyuwangi. Ia mengaku
kagum dengan semangat belajar para pemandu wisata tersebut.
“Sudah dua minggu saya rutin mengajar di sini. Mereka
cepat menangkap materi, tinggal diasah pengucapannya agar makin natural,” kata
Sulistiyani.
Menurutnya, peningkatan jumlah turis China ke Kawah Ijen
membuat kemampuan Bahasa Mandarin menjadi kebutuhan nyata, bukan sekadar nilai
tambah.
Ia pun berharap pelatihan ini bisa jadi inspirasi untuk
pelaku wisata lainnya di Banyuwangi.
“Bahasa adalah kunci pelayanan. Kalau komunikasinya
nyambung, pengalaman wisata turis juga jadi lebih berkesan,” harap Sulistiyani.
Langkah para tour guide ini dinilai sebagai bentuk
adaptasi positif terhadap tren global pariwisata.
Tak hanya meningkatkan daya saing pribadi, mereka juga
turut membawa citra pariwisata Banyuwangi ke level yang lebih profesional dan
ramah internasional.
Dengan adanya giat ini, Kawah Ijen tak hanya dikenal karena api birunya, tetapi kini juga mulai dikenal karena sumber daya manusianya yang adaptif dan berwawasan global. (anj/man)