Keterangan Gambar : Contoh proses bekatul menjadi minyak goreng di hadapan petani. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Dosen Universitas PGRI Banyuwangi (Uniba) turun gunung membagikan inovasi kepada petani di Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru.
Para petani diwilayah itu dibekali ilmu untuk memaksimalkan pemanfaatan sisa penggilingan padi atau bekatul menjadi minyak goreng. Inovasi ini diproyeksikan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Untuk melengkapi inovasi tersebut, para dosen memberikan mesin pengekstrak minyak bekatul. "Inovasi ini kita gulirkan melalui program kemitraan masyarakat petani di Desa Kalibaru Wetan," ujar Ketua tim pengabdian masyarakat Uniba, Megandhi Gusti Wardhana kepada wartawan, Rabu (14/9/2022).
Menurut Megandhi, Banyuwangi sebagai lumbung padi nasional.
Ini didasari fakta bahwa Banyuwangi memiliki surplus beras 300 ribu ton per
tahunnya.
Hanya saja, hal itu belum didukung manajamen dan teknologi
mengolah hasil pertanian yang maksimal.
Sebagai contoh adalah petani di sekitaran Desa Kalibaru
Wetan, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi. Areal persawahan di kawasan tersebut
mencapai luas total 900.125 hektar diperuntukkan bagi pertanian, persawahan,
dan perkebunan.
Dari luas tersebut, ada 5 hektar lahan pertanian milik
kelompok tani untuk lahan tanam padi menghasilkan rata-rata 8 hingga 9 ton per
herktar.
Megandhi Gusti foto bersama dengan kelompok tani Desa Kalibaru Wetan. (Foto: Istimewa)
Disana mereka hanya memproduksi padi dan dedak saja.
Padahal, bekatul bila dimanfaatkan bisa memiliki nilai ekonomis tinggi.
Bekatul merupakan salah satu hasil samping yang diperoleh
dari proses penggilingan gabah padi menjadi beras selain sekam dan dedak padi.
Oleh sebab itu tim pengabdian masyarakat Uniba, kata
Megandhi, langsung turun gunung memberikan inovasi berupa mesin pembuat minyak
dari bahan dasar bekatul.
Langkah ini sebagai upaya alternatif bagi masyarakat
pengguna minyak goreng selain minyak kelapa sawit.
"Bekatul halus kurang lebih satu kilogram bisa
menghasilkan minyak bekatul kurang lebih 200-500 mililiter. Harga per satu
liter dijual Rp 10 ribu,” kata Megandhi.
“Teknologi ini dapat dikembangkan untuk menaikkan nilai
jual dari bekatul yang hanya dijual Rp 500 - 1000 rupiah per kilogramnya,"
pungkasnya. (fat)