Rapat pembahasan Raperda Perlindungan PMI di DPRD Banyuwangi. (Foto: Fattahur)
KabarBanyuwangi.co.id – Sejumlah organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Peduli Pekerja Migran Banyuwangi meminta DPRD tidak terburu-buru mengesahkan Raperda Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Mereka meminta pengesahan dilakukan setelah revisi UU Perlindungan PMI di tingkat pusat selesai. Tujuannya agar sinkron dan tidak terjadi ketimpangan aturan.
"Harapan kami raperda ini lahir setelah Revisi UU
Perlindungan PMI di DPR-RI selesai.
Sehingga tidak mubazir dan tidak terjadi ketimpangan dalam kebijakan dan
berdampak pada regulasi di bawah yang justru bisa merugikan pekerja
migran," kata Situ Uut Rochimatin, Ketua Migran Care Banyuwangi yang
tergabung dalam koalisi tersebut.
Uut berharap, pembentukan raperda ini dilakukan secara
cermat dan teliti agar semua upaya perlindungan PMI dapat diakomodir secara
maksimal. Ia mencatat, hingga tiga kali rapat, pembahasan baru sebatas definisi
dan beberapa poin yang kurang mendetail.
Menurut Sekretaris Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
Jawa Timur, Agung Subastian, Raperda Perlindungan PMI ini diusulkan sejak 2017.
Prosesnya panjang untuk bisa masuk ke meja dewan.
"Prosesnya panjang, memakan banyak waktu dan biaya.
Sehingga harus maksimal betul," kata pria asal Muncar tersebut.
Dalam rapat terakhir, Koalisi Peduli Pekerja Migran
mengajukan sejumlah usulan, termasuk klausul partisipasi masyarakat yang kini
disepakati untuk dimasukkan dalam ketentuan umum.
Namun, pembahasan terkait hak dan kewajiban agen
penyalur, serta mekanisme rehabilitasi sosial bagi PMI, diakui masih menuai
perdebatan di tingkat organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
"Harapan kami di pertemuan selanjutnya dimatangkan
dengan menghadirkan berbagai pihak dan stakeholder yang berkepentingan. Supaya
pembahasannya bisa maksimal," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah
(Bapemperda) DPRD Banyuwangi, Ahmad Masrohan menegaskan, Raperda Perlindungan
PMI saat ini masih dalam tahap harmonisasi.
"Raperda ini juga telah disodorkan ke Kemenkumham
Jatim untuk peninjauan. Hasilnya terdapat penyempurnaan substansi dan
kewenangan daerah. Termasuk mendorong agar materi muatan yang diajukan ditelaah
secara menyeluruh," ujarnya.
Masrohan mengatakan, draf kewenangan daerah yang akan
dicantumkan dalam Raperda ini yakni terkait penyediaan rumah singgah untuk para
pekerja migran asal Banyuwangi yang mengalami masalah atau terkena deportasi
dari tempat mereka bekerja.
"Pemerintah kabupaten bisa membentuk rumah singgah
sebagai pusat pelayanan dan perlindungan bagi PMI yang bermasalah," jelas
politisi PDI Perjuangan asal Kecamatan Sempu ini.
Raperda ini juga akan mengatur definisi PMI ilegal,
termasuk mereka yang awalnya legal namun tetap tinggal di luar negeri setelah
kontrak kerja habis. Menurutnya, negara tetap wajib hadir memberikan
perlindungan tanpa membeda-bedakan status hukum mereka.
"Dalam persoalan ini, pemerintah tidak seharusnya
menutup mata meski para pekerja migran itu ilegal, mereka tetap berstatus
sebagai warga negara Indonesia. Artinya kita berkeinginan tidak ada perbedaan
perlakuan antara pekerja migran legal dan ilegal," terangnya.
Masrohan memastikan pembahasan Raperda ini akan terus
berlanjut, namun Bapemperda akan kembali mengajukan raperda ini untuk proses
harmonisasi. "Kita tunggu hasil proses harmonisasi, baru kita lanjutkan ke
tahap berikutnya," pungkasnya. (fat)