(Foto: Humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menandatangani nota
kesepahaman (MoU) dengan Bank Indonesia (BI) untuk pengembangan komoditas batik
dan beras di daerah ujung timur Pulau Jawa tersebut.
“MoU sudah kami teken. Ini merupakan bagian dari pemulihan ekonomi, ada
beberapa kelompok usaha yang didampingi, mulai dari soal teknis pengembangan,
perluasan pemasaran, hingga akses pembiayaan,” ujar Bupati Banyuwangi Ipuk
Fiestiandani, Selasa (13/4/2021).
Ipuk menambahkan, kolaborasi dengan BI semakin melengkapi berbagai upaya
yang dilakukan Pemkab Banyuwangi untuk memulihkan ekonomi lokal terutama UMKM
dan sektor pertanian serta perikanan, seperti pendampingan UMKM, pemberian alat
usaha produktif gratis, warung naik kelas, gerakan Hari Belanja ke Pasar dan
UMKM, bantuan pupuk organik, hadirnya gerai pelayanan publik khusus nelayan,
dan sebagainya.
“Kami terus berupaya mendorong ekonomi arus bawah agar pulih. Terima kasih
Bank Indonesia (BI) berkolaborasi terjun ke Banyuwangi membantu UMKM dan
pertanian kami,” jelas bupati yang dilantik pada 26 Februari lalu itu.
Sementara itu, Kepala BI Perwakilan Jember, Hestu Wibowo, menjelaskan,
pengembangan komoditas beras dan batik Banyuwangi merupakan bagian dari upaya
percepatan pemulihan ekonomi nasional (PEN) melalui pariwisata dan stabilisasi
harga di daerah.
“Dengan menjaga ketersediaan beras sebagai salah satu kluster pangan, kami
berharap stabilisasi harga pangan dapat terjaga, sehingga inflasi dari kluster
ini dapat dikendalikan,” ungkap Hestu.
Untuk pengembangan batik, kata Hestu, dilakukan melalui kerja sama dengan
asosiasi batik Sekar Jagad Blambangan. Sementara komoditas beras dikembangkan
bersama gapoktan Rukun Tani di Kelurahan Segobang, Kecamatan Licin.
“Pengembangan batik diharapkan dapat mendukung upaya Pemkab Banyuwangi
untuk mendorong sektor ekonomi kreatif tumbuh dan terus membuka lapangan kerja.
Banyuwangi memiliki beragam motif batik dan cerita di baliknya, membuatnya
berpeluang menjadi komoditas unggulan," kata Hestu.
Sementara komoditas beras karena mempertimbangkan posisi Banyuwangi sebagai
sentra produksi beras. Banyuwangi selalu mencatatkan surplus produksi beras.
Bahkan 2020 lalu surplus beras Banyuwangi mencapai 329.668 ton.
“Banyuwangi diharapkan dapat menjadi penyangga komoditi beras
nasional untuk memasok kebutuhan beras di daerah lain yang mengalami
defisit produksi. Dengan demikian, Banyuwangi juga berkontribusi dalam
pengendalian inflasi di Indonesia,” terang Hestu.
Hestu menjelaskan, untuk mengembangkan batik dan beras Banyuwangi, BI akan
memfasilitasi bantuan teknis, berupa pelatihan kewirausahaan, pengembangan
kelembagaan, perluasan pemasaran, hingga fasilitasi peningkatan akses
pembiayaan.
"Kami juga akan mendukung sarana dan prasarana usaha sehingga mereka
dapat memenuhi tingkat produksi dan mutu yang disyaratkan pasar," kata
Hestu.
BI juga memberikan bantuan berupa sarana dan prasarana kepada sejumlah
pihak guna mendorong percepatan pemulihan ekonomi di Banyuwangi.
Ditambahkan Hestu, BI juga telah merealisasikan program sosial BI kepada
Gapoktan Turi Putih asal Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, berupa satu unit
truck untuk membantu kelancaran distribusi dan memperluas akses pemasaran
komoditas berasnya. Kapasitas produksi beras gapoktan Turi Putih ini mencapai
50-70 ton per bulan.
Selain itu, program sosial BI untuk pengembangan ekonomi syariah diberikan
kepada PP Al Fituhiyyah Muncar, PP Darusasalam Tegalsari, dan PP Manbaul Ulum
Muncar masing-masing berupa satu paket peralatan dan perlengkapan usaha
percetakan.
“Melalui bantuan ini diharapkan terjadi percepatan pertumbuhan aset usaha
syariah yang berkontribusi terhadap pengembangan ekonomi syariah di Indonesia,”
tambah Hestu. (Hms/kab/bwi)