Abdul Halim, Guru SDN Kayangan, Desa Segobang, Kecamatn Licin. (Foto: Dok/Pribadi)
KabarBanyuwangi.co.id - Perjalanan hidup Abdul Halim (56 tahun), sebagai Guru SDN Kayangan, Desa Segobang, Kecamatan Licin, Banyuwangi, perlu mendapatkan apreasiasi tinggi. Selama 17 tahun mengabdi sebagai guru, 6 tahun lamanya harus berjalan kaki sejauh 2 kilometer mengelilingi tebing.
“Kalau situasi hujan, waktu itu saya tidak bisa datang ke sekolah. Sebaliknya kalau sudah di sekolah, saya tidak bisa pulang, alias harus nginap di rumah warga Kayangan,” kata pria yang tinggal di Desa Banjar, Kecamatan Licin kepada KabarBanyuwangi.co.id, Senin (7/6/2021).
Alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember (sekarang
Universitas Islam Negeri - UIN KH. Achmad Sidiq - Red), selain menjadi tenaga
pengajar di SD terpencil, juga aktif sebagai Da’i atau penceramah agama,
Pendidikan Dasar hingga perguruan, semua jalur agama.
“Sekolah dasar saya umum, yaitu SDN Banjar lulus tahun 1977. Kemudian MTsN Banyuwangi lulus 1981, Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Banyuwangi lulus 1984. Sarjana saya tempuh di IAIN Sunan Ampel Jember, lulus
1990. Pernah mengajar di MTs Alfuaon Segobang,” kata pria kelahiran 20 Mei 1965
ini.
Halim, begitu ia biasa disapa, merasa terpanggil mengajar
di daerah terpencil, karena menganggap semua warga negara di manampun tinggal,
berhak mendapatkan ilmu pendidikan.
“Berbekal ilmu yang saya dapat di kota, hati nurani saya
terpanggil untuk mengamalkannya,” tegas Abdul Halim yang aktif Banyuwangi di Forum Kewaspadaan Dini
Masyarakat (FKDM) di bawah naungan Kesbangpol Pemkab Banyuwangi.
“Sebagai anak desa, saya tidak masalahkan tempat mengabdi.
Hanya ingin terlibat langsung mencerdaskan bangsa, salah satunya menjadi guru
di SD terpencil,” imbuhnya.
Meskipun Guru SD terpencil, namun kerap menjadi
MC acara Pemkab Banyuwangi. (Foto: Dok/Pribadi)
Abdul Halim adalah guru dan Da’i yang lincah, mudah bergaul
dan diterima di semua kalangan. Meski berasal dari desa, tetapi aktivitasnya
sebagai penceramah hingga ke kota Banyuwangi. Bahkan sering menjadi Master of
Ceremony (MC) pada acara Culture Everiday
di GESIBU.
“Saya menjalin komnukasi intensif di semua lini, bahkan
sebagai Da’i yang berlatar belakang pendidikan agama, saya kerap menjadi khotib
dan ceramah agama di sejumlah kantor di Banyuwangi,” ujar suami Efik Erwati
ini.
Bapak dari Virna Diska Ningrum (Mahasiswi) dan Ahmad Sandi
Aji Permadi (Mahasiswa Poliwangi
Banyuwangi) ini, masih terus bersemangat. Selama 17 tahun, baru awal
2021 tahun ini diangakat sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara).
“Jarak dari rumah ke sekolah sekitar 10 kilometer. Dulu 8
kilometer jalan makadam dan vaving, 2 kilometer jalan kaki setapak mengelingi
tebing tinggi menjulang,” kenang Halim.
Sekarang sepada motor bisa langsung ke SDN Khayangan,
tetapi rem cakram depan belakang harus kuat,” tegas Halim yang sekarang nyambi
jadi gaide untuk orang-orang yang mau ke Khayangan sambil menikmati pemadangan
sepanjang jalan. (sen) Bersambung.