Kisah Guru SD Terpencil, Komunikasi Menggunakan Kode Alam Kibaran Sarung dan Kepulan Asap (2)Abdul Halim

Kisah Guru SD Terpencil, Komunikasi Menggunakan Kode Alam Kibaran Sarung dan Kepulan Asap (2)

Abdul Halim bersama Kadis Budpar Banyuwangi, MY Bramuda. (Foto. Dok Pribadi)

KabarBanyuwangi.co.id - Selain tepencil dari lokasi sekolah dengan daerah lain, SDN Kayangan juga berada di dataran tinggi. Sebelum ada alat komunikasi handphone, apabila ada pemberitahuan rapat di SDN Jelun yang letaknya di bawah, maka akan dikibarkan bendera merah putih.

“Nah kami yang berada di posisi atas, menjawabnya dengan kepulan asap, atau kata orang Using ‘Welek”. Itu pertanda kami sudah menerima informasi tersebut dan mau datang ke acara rapat,” kata Abdul Halim melanjutkan kisahnya.

“Sebalikya kalau kami bertanya apakah ada rapat Dinas, kami kirimkan kepulan asap yang terlihat dari bawah. Jika dijawab dengan kibaran sarung di tiang bendera, berita tidak ada rapat. Namun jika dikibarkan bendera merah putih, berarti ada rapat,” imbuhnya.

Baca Juga :

Sejak tahun 2010 ada program dari Kodam V Brawijaya, yaitu TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) dari Kodim 0825 Banyuwangi. Akses menuju Dusun Kayangan, Desa Segobang, Kecamatan Licin mulai dibuka dua jalur.


Abdul Halim, Guru SD Terpencil yang aktif bersosilasisasi. (Foto: Dok Pribadi)

Pertama dari arah Selatan, jalur Dusun Bangeran, Desa Macanputih, Kecamatan Kabat. Kedua, dari arah Utara Dusun Ledok, Desa Jelun, Kecamatan Licin. Kemudian dari arah Barat, melewati Dusun Kampung Umbret, Desa Kluncing, Kecamatan Licin.

“Jadi untuk menuju dusun Kayangan bisa dari 3 arah, semua bisa menggunakan sepeda motor,” tegas Abdul Halim yang sering menawarkan koleganya datang ke Kayangan yang pernuh keindahan serta kawasannya mempunyai sejarah panjang semasa Raja Tawangalun.

Halim yang sering menemui tokoh dan orang tua di Dusun Kayangan, mendapatkan informasi bahwa asal-usul nama Kayangan, karena ada kaitannya dengan Raja Tawangalun dari Kerajaan Macanputih.

Wilayah Macanputih bagian Barat, dulu berupa Lembah Kayangan sering dipakai persembunyian, atau kata orang Using ‘Nggili’ para tokoh itu menghindari kaum penjajah imprialis, sehingga prajurit dan tantama Tawangalun pergi dan naik ke Kayangan.


Jalan menuju SDN Kayangan, Segobang, Kecamatan Licin. (Foto: Istimewa)

“Sehingga lembah barat Kayangan ada gua cukup besar, orang sini menyebut Gua Tawangalun. Kayangan identik dengan Tebing yang tinggi, atau taman langit. Istilah sekarang Kayangan Hill,” ujar guru yang kerap mendapat pengharagaan ini.

Abdul Halim sebagai guru SD terpencil, tetapi aktivitas sosialnya cukup tinggi. Pada acara-acara resmi di sekitaran lereng Gunung Ijen, Hakim bisa dipastikan datang diundang. Tidak heran, Hakim sangat menikmati tugas di SDN Kayangan.

“Kawasan ini medannya memang relatif sulit, tetapi kalau sudah sampai di atas pasti akan malas turun. Saat saya di dalam kelas, bisa melihat keindanhan kawasan lereng Ijen. Dulu sepeda motor saya titipkan ke rumah tukang kebun di Segobang, sekarang sudah bisa naik. Bahkan sejumlah pejabat sudah banyak yang berkunjung ke Kayangan,” pungkas Abdul Halim. (sen) Habis