Laros Community Bentuk Kesenian Kuntulan Banyuwangi di Tengah Masyarakat Non MuslimLaros Community Sorong

Laros Community Bentuk Kesenian Kuntulan Banyuwangi di Tengah Masyarakat Non Muslim

Laros Community Sorong Raya mendirikan Group Kuntulan. (Foto: Istimewa)

KabarBanyuwangi.co.id - Sebagai oraganisasi otonom di bawah Ikatan Keluarga Besar Banyuwangi (Ikawangi) Sorong Raya (Soraya), keberadaan dan aktivitas Laros Commonity terus menegakan komitmennya terhadap pelestarian seni-budaya Banywangi di Bumi Sorong Raya.

Berdasarkan kesepakatan pengurus dan anggota Laros Community, segera meresmikan Kesenian Kuntulan yang sudah siap dengan segala peralatan dan personilnya.

Kesenian Kuntulan mempunyai rasa tersendiri bagi warga Banyuwangi yang tinggal di Sorong Raya, karena dianggap kesenian yang paling bisa untuk mengobati rasa rindu kampung halaman.

Baca Juga :

Banyak yang bertanya, kenapa harus Kuntulan? Bukankah Sorong Raya banyak non Muslim, sedang Kesenian Kuntulan identik dengan kesenian dakwah Islam dan sering digunakan mengiringi sholawatan, atau puji-pujian kepada Nabi Maummad SAW.

Saya jelaskan di sini, bahwa Sorong Raya itu banyak dihuni kaum pendatang. Mereka masing-masing membawa kesenian dari daerah asalnya, seprti Reog bagi pendatang Ponorogo, ada Ebeg dan lain-lain.


Kuntulan Laros Community sedang latihan. (Foto: Istimewa)

Ikawangi Sorong Raya juga memiliki kesenian lain, seperti Jaranan (Kuda Lumping). Oleh karena itu dipilih Kesenian Kuntulan, karena rasa “Banyuwangi” yang cukup kental dan berbeda dengan kesenian lain yang ada di Sorong Raya.

Sorong Raya memang mayoritas non-Muslim, tetapi musik Kuntulan sudah bersifat universal. Sehingga warga non-Muslim juga bisa menikmati alunan musik yang dibawakan group Kunbtulan, karena selain sholawatan kami juga memasukan lagu-lagu asli Banyuwangi ke dalam kesenian Kuntulan.

Selama ini, respon masyarakat Sorong Raya cukup postif. Terbukti setiap kami tampil dalam pentas maupun saat latihan rutin, masyarakat datang berbondong-bondong ingin melihatnya. Mereka benar-benar menikmati, karena sejak mulai main hingga usai baru meninggalkan tempat.

Anggota Kesenian Kuntulan Laros Community adalah warga Sorong Raya, usia 16 sampai 22 tahun. Pemuda dan pemudi ini tidak semua berasal dari Banyuwangi, atau warga keturunan Banyuwangi.

Mereka ada juga warga non Banyuwangi, karena prinsip Laros Community membuka kesempatan kepada siapa saja yang tertarik Kesenian asal Banyuwangi.


Potong Tumpeng saat peresmian Kuntulan. (Foto: Istimewa)

Pelatih Kesenian Kuntulan Laros Community adalah Bapak KH Misri dan Bapak Ridwan Aziz, dibantu Bapak Minto Ketua Bidang Kesenian Laros Community. Mereka semua adalah warga asal Banyuwangi yang sudah menetap di Sorong, jadi kami belum pernah mendatangkan pelatih dari Banyuwangi langsung.

Perangkat Kuntulan, seperti Terbang, Jidor, Kendang dan lainnya didatangkan langsung dari Banyuwangi. Sementara kostum Kuntulan diproduksi oleh warga Banyuwangi yang tinggal di Sorong Raya.

Selama ini, biaya perangkat kuntulan dan kostumnya merupakan sumbangan dari sejumlah donator. Mereka antusias dan bersemangat mmbiayai, karena semata-mata ingin mendukung gerakan Laros Community dan kesenian kuntulan.

Bagi para donatur, semangat anak-anak muda yang mempunyai kepedulian terhadap kesenian dari daerah asalnya, sudah selayaknya mendapat dukungan.

(Penulis: Erwin, Ketua Laros Community Sorong Raya, asal Desa Temurejo, Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi)