Laros Community Sorong, Anggotanya Wajib Berbahasa Using Saat PertemuanLaros Community Sorong

Laros Community Sorong, Anggotanya Wajib Berbahasa Using Saat Pertemuan

Laros Community, wadah anak muda asal Banyuwangi di Sorong, Papua Barat. (Foto: Istimewa)

KabarBanyuwangi.co.id - Jauh dari tanah kelahiran Banyuwangi, justru semakin cinta terhadap seni-budaya dan tradisi tanah kelahiran. Itu yang tertangkap dari aktivitas dan tekad Laros Community, sebagai oragnisasi otonom dari Ikatan Keluarga Besar Banyuwangi (Ikawangi) Sorong Raya, Papua Barat.

“Laros Community dibentuk atas dasar kesepakatan bersama pemuda Banyuwangi, dengan tujuan mulia, untuk melestarikan dan mempertahankan seni dan budaya asli Banyuwangi di tanah rantau (Sorong Raya),” tulis Erwin, Ketua Laros Community kepada KabarBanyuwangi.co.id.

“Selain itu, juga menjadi wadah untuk mempererat tali persaudaraan antar pemuda Banyuwangi dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan berperan aktif dalam pembangunan nasional,” imbuhnya.

Baca Juga :

Hasil kesepakatan Musyawarah Umum pertama, usia anggota ditetapkan mulai 16 hingga 50 tahun. Hingga saat ini, anggotanya tersebar di wilayah Sorong Raya, atau Soraya, mulai Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Maybart, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Tambauw.


Setiap pertemuan Anggota Laros Community wajib berbahasa Using. (Foto: Istimewa)

“Tidak menutup kemungkinan, ke depan akan bergabung warga Banyuwangi di seluruh Papua Barat. Hingga kini tercatat sudah 301 anggota, tetapi masih akan bertambah mengingat peminatnya cukup banyak,” tegas Erwin yang merantau ke Sorong sejak tahun 2000 ini.

“Visi Laros adalah mempererat tali persaudaraan antar pemuda Banyuwangi, Lare Osing (LAROS), untuk meningkatkan partisipasi dalam “nguri-nguri” tradisi, kesenian dan kebudayaan asli Banyuwangi di tanah rantau (Sorong Raya). Juga ingin mewujudkan kecintaan pemuda terhadap tradisi, kesenian dan kebudayaan asli Banyuwangi,” imbuh Erwin.

Anggota Laros Community, selain pemuda-pemudi asal Banyuwangi yang bekerja dan merantau di Sorong, juga ada yang ikut orang tuanya, bahkan ada juga anak dari transmigran asal Banyuwangi. Mereka berasal dari seluruh kecamatan di Banyuwangi, tetapi saat pertemuan ada kesepakatan menggunakan Bahasa Using.

“Ini sebagai wujud dan tekad kami dalam melestarikan seni-budaya Banyuwangi, salah satunya adalah menggunakan Bahasa Using sebagai bahasa komunikasi. Rata-rata semua bisa, kendati bukan dari kelurga orang Using,” ucap Erwin.

“Namun ada yang fasih, ada pula yang kurang fasih. Semangatnya itu yang perlu diapresiasi, karena sebagai orang muda hidup dirantauan, tetapi masih peduli,” tambah Erwin.


Selain bagi takjil gratis di bulan Ramadhan, juga membantu Ponpes setempat. (Foto: Istimewa)

Aktivitas bidang sosial-keagamaan, Laros Community juga menjadi penggerak. Pada bulan Ramadhan lalu, selain membagi-bagikan Takjil setiap minggu selama sebulan. Juga memberikan bantuan dan santunan kepada Pondok Pesantren di Sorong.

“Upaya nyata dalam melestarikan kesenian Banyuwangi, saat ini Laros Community  telah memfasilitasi kesenian musik Kendang Kempul (Tradisional) dan Kuntulan,” tegas Erwin yang asli Desa Temurejo Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi ini.

“Laros Community juga membuka jadwal kelas pelatihan musik secara gratis atau tidak dipungut biaya sepeserpun. Kedepan, kami akan menambahkan kesenian tari dan jenis seni lainnya yang khas atau asli Banyuwangi,” pungkasnya. (sen)