Ketupat dan Lepet dibuat di Hongkong, janurnya dikirim dari Banyuwangi. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Menyambut Lebaran di Hongkong, bagi saya hampir tidak ada bedanya dengan di Indonesia. Kebetulan majikan saya, ada keturunan Indonesia, yaitu Kota Surabaya.
Bahkan saat saya masak Ketupat dan Lepet, majikan saya ikut mencicipi. Secara khusus majikan dan keluarganya, meminta saya memasak opor dan sayur lodeh sebagai pelengkap ketupat.
Bahan Ketupat dan Lepet di Hongkong yang paling mahal
adalah janur, atau daun kelapa yang masih muda. Saya langsung menghubungi
saudara yang ada di Banyuwangi, untuk mengirim 60 helai janur. Biaya ongkos
kirim, masih lebih murah bila dibandingkan harus membeli janur di Hongkong.
Alhamdulillah, sebagai orang Desa di lereng Gunung Ijen, tepatnya Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, menganyam Ketupat dan melipat Lepet sudah saya kuasai sejak kecil. Saat di
Hongkong, saya dengan mudah membuat anyaman Ketupat dan melipat Lepet.
Kebetulan saat hari pertama lebaran, Ketupat yang saya buat
sudah ikut serta dirasakan keluarga majikan yang ternyata rindu masakan khas
Lebaran Indonesia ini. Majikan saya juga mempunyai toleransi tinggi terhadap
agama lain.
Terbukti saat Lebaran yang tidak bertepatan dengan hari Minggu, saya tetap diberi waktu untuk ikut sholat Ied. Kebetulan saya memilih sholat Ied di Masjid, meski dibatasi dan diatur hingga tiga gelombang, sholat Ied tetap meriah.
Keterangan Gambar : Suasana sholat Ied di sebuah Masjid Hongkong, mayoritas jamaahnya dari Indonesia. (Foto: Istimewa)
Banyaknya Polisi di sekitar Masjid, tetapi tidak mengawasi secara
ketat pelaksanaan protokol kesehatan. Aparat hanya berjaga-jaga kemaanan,
mereka lebih mentolerasi saat shof-shof sholat dilakukan secara normal.
Kesadaran cuci tangan dan bermasker, memang sudah tinggi
diantara warga pendatang di Hongkong. Menjelang liburan hari Minggu yang
bertepatan dengan hari keempat Lebaran, saya sudah mengikat janji dengan
sejumlah teman dari beberapa komunitas yang saya ikuti.
Saat bertemu mereka, saya kembali membawa masakan khas
Lebaran, yaitu Ketupat dan Lepet. Kebetulan janur dari Banyuwangi masih
tersisa, sehingga langsung saya bikin ketupat dan lepet khusus bekal
anjangsana.
Ider Bumi di Hongkong
Kebetulan saya ikut beberapa komunitas, yaitu Keluarga
Ceriwis, AMMC (Aerobic Mama Muda Creatif) dan Sanggar Tari Larosa Arum. Semua komunitas
itu sudah saya rencanakan ketemu, untuk silaturahim Lebaran sambil makan masakan
saya.
Ada juga, teman-teman membawa masakah sendiri, untuk
bertukar makanan. Jadwal pertama bertemu dengan Keluarga Ceriwis, komunitas
lintas daerah dan agama. Kebetulan ada yang dari Sumba beragama Nasrani, ada
juga dari Bali yang beragama Hindu.
Keterangan Gambar : Lebaran
bersama "Keluarga Ceriwis" Hongkong. (Foto: Istimewa)
Selama ini kami guyub rukun, tampa mengenal perbedaan. Kami
sempat tertawa bersama, karena teman dari Bima tidak tahu apa itu Lepet. Begitulah
keseruan berlebaran dengan Keluarga Ceriwis, akrab dan saling tertawa.
Teman-teman Ceriwis juga merasa cocok dan senang, dengan
masakan Ketupat saya. Mereka mengaku puas, berlebaran di rantau tetapi masih
bisa merasakan kelezatan Ketupat, opor ayam dan rendang, seakan mereka
berlebaran di tanah air.
Hari Minggu kemarin, saya benar-benar Ider Bumi atau
keliling anjangsana di Hongkong untuk silaturahim. Usai dari keluarga Ceriwis,
saya langsung ke acaranya AMMC. Komunitas ini sangat besar, karena anggotanya
cukup banyak.
Sebagai komunitas yang tidak bisa diam, usai makan-makanpun
dilanjutkan dengan aerobic secara spontan. Ini menurut saya keseruan yang tiada
tandingnya, karena kami-kami langsung aerobic dengan masih berbusana gamis.
Mungkin ini jarang sekali, orang aerobic dengan busana longgar.
Bahkan AMMC ingin mengembangkan, bahwa aerobic itu tidak harus dengan baju
minim dan ketat. Buktinya kemarin itu, aerobic kami terlihat luwes dan kami
semua merasa plong, bisa berkreasi di tengah pandemi dan dilakukan secara
spontan.
Keterangan Gambar : Lebaran bersama AMMC (Aerobic Mama Muda Creatif) Hongkong. (Foto: Istimewa)
Ider Bumi selanjutnya menunjuk Markas Larosa Arum, sebuah
Sanggar Tari yang pernah saya besarkan. Dalam kondisi panas dan sudah beranjak
siang, saya tiba di Markas Larosa Arum. Kebetulan banyak anggotanya yang
keluar, untuk ajangsana ke organisai atau komunitas lain.
Saya hanya bertemu dengan beberapa orang, kemudian saling
memaafkan. Rencana saya akan menunggu, hingga anggota Larosa datang semua dan
berlebaran seperti dengan dua komunitas sebelumnya.
Namun ada sejumlah tempat yang harus saya kunjungi, baik ke
organisasi lain dan yang wajib ke adik saya yang juga bekerja di Hongkong.
Akhirnya saya memutuskan melanjutkan ke tempat lain, karena keterbatasan waktu.
Alhamdulillah, hari Minggu kemarin semua tempat yang saya
rencanakan untuk dikunjungi bisa terjangkau semua. Padahal jarak tempat satu
dengan lain cukup jauh.
Saya harus pindah-pindah dari bus satu ke bus lainnya
sebagai alat transportasi yang saya pilih. Meski melelahkan, tetapi terbayar
sudah dengan bertemunya beberapa anggota komunitas, saudara dan teman-teman untuk
berlebaran.
(Penulis: Cahya Angjar Wangi, Pekerja Migran Indonesia
(PMI) asal Dusun Kalindo, Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi)