Rapat pameran seni rupa Hari Jadi Banyuwangi tahun 2021 di Galeri Kawitan S. Yadi K. (Foto: Dok/Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Seiring perkembangan kesenian yang
kian maju pada rancangan rapat mengenai pameran Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba)
tahun 2021 lalu, seluruh perupa Banyuwangi berkumpul di Galeri Kawitan.
Singgungan mengenai kuratorial sangat masif digaungkan,
bahkan pada rapat itu melahirkan Kembang Langit sebagai judul Pameran Harjaba
2021 dan menjadikan Imam Maskun sebagai ketua panitia yang saat itu sedang
memuncaknya Pandemi Covid-19.
Pada gebrakan pertama, Imam Maskun menjadikan pameran
Harjaba itu digubah menjadi Pameran Seni Rupa ArtOs Kembang Langit pada
Desember 2021 di Gedung Juang 45 Banyuwangi.
Pameran itu menyertakan kuratorial Agus Darmawan T. dan
mengundang perupa nasional sekelas Nasirun, Putu Suta Wijaya dan banyak lagi,
serta mengundang kolektor sekelas Oei Hong Djin dan Bu Melani untuk sama-sama
menunjukkan eksistensinya dengan perupa Banyuwangi pasca Pandemi Covid-19.
Memang pada saat itu ada kuratorial, namun masih belum
terlihat kurasi secara selektif dan penataan ruang pamer yang berstandar.
Geliat pasca pameran itu memang harus dibarengi dengan gerakan seorang individu
maupun kelompok berpameran di poros utama seni rupa di Indonesia, seperti Jogja
dan Jakarta.
Agar keterbacaan dari sebuah wacana besar ini, juga
dibarengi dengan pergerakan seniman yang berada di Banyuwangi berkompetisi dan
lomba-lomba untuk terlihat aktif pasca ArtOs Kembang Langit.
Langgar Art pada 2020 yang dikomandoi Imam Maskun sebagai
tonggak baru perkembangan seni rupa di Banyuwangi, berani mewadahi beberapa
perupa seperti, N. Kojin, Windu Pamor, Suryantara Wijaya, Rendra Samjaya, Sugi
Laros, Haruman Huda, Hendik Efendi, Rabdul Rohim serta lainnya untuk terus eksis
berkarya.
Pasca ArtOs Kembang Langit 2021 itu, saya melihat munculnya sebuah gerakan yang berbasis wacana dan intelektual serta menjadi antitesis dari ArtOs Kembang Langit yang cenderung komersil.
Pameran ArtOs Kembang Langit dalam rangka
memperingati Harjaba ke-250. (Foto: humas/kab/bwi)
Mereka tergabung pada Kelompok Satu Sama yang melibatkan 9
perupa, dikomandoi N. Kojin dan Sarwo Prasojo membuat gerakan ke desa-desa
setiap bulannya untuk berpameran. Pameran pertama yang dilaksanakan mereka pada
bulan Maret 2022 di Studio Lecet milik Troy Herman.
Ada sembilan tempat berpameran, dari tiap anggota pasti
akan menjadi tuan rumah. Pada bulan Desember 2022 sampai Januari 2023,
serangkaian terakhir pergerakan pameran itu ditutup dengan judul ‘Polo Pendem’
di Studio Ilyasin, Taman Suruh, Glagah, Banyuwangi.
Munculnya kelompok dan kolektif sebenarnya sudah sejak lama
ada juga yang baru. Seperti KPSG yang bermutasi namanya menjadi Paras
Blambangan diprakarsai oleh Faizin sejak 2007. Lalu Kelompok Awogh yang
dikomandoi Harianto Koi dan kawan-kawan pada 2010.
Dengan geliat dinamika para perupa dan kelompok itu,
Perkumpulan Forum Perupa BanyuwangI (PFPB) punya organisasi induk seni rupa
Banyuwangi yang terbentuk sejak tahun 2013 diketuai N. Kojin. Kemudian digubah
namanya menjadi Forum Perupa Banyuwangi (FPB) pada 2018. Hingga kini, forum itu
diketuai Ilyasin serta disahkan oleh Kemenkumham pada tahun 2017.
Pasca ArtOs juga muncul Kolektif Perupa Lesbumi pada bulan
Mei 2022. Mereka mengisi dan bergerak di wilayah "pinggiran",
mengusung dan merespon isu-isu sosial kebudayaan yang tidak terakomodir secara
baik dan nyaris "terpinggirkan" oleh aktivitas berkesenian, program
pemerintah maupun kelompok lain yang berorientasi profit atau hanya sekedar
eksis melalui program festival misalnya.
Pun, gerakan ini dibentuk untuk kembali menghidupkan budaya
memproduksi pemikiran yang diharapkan bukan keseragaman, melainkan harapan
untuk bisa memunculkan potensi-potensi keanekaragaman berfikir yang mungkin
juga secara output bisa dalam skala kegiatan praktis semisal pameran,
penulisan, diskusi dan sebagainya serta di dalamnya ada perupa, sastrawan,
pelawak, dan penulis. Ujar Hari Momo kepada saya.
Selain itu, dari geliat perupa muda dimulai tahun 2018 lalu
memang seperti tidak tampak di permukaan. Namun pada pembacaannya mereka sudah
melakukan pergerakan yang masif.
Kolektif-kolektif tersebut tidak hanya dari Kota
Banyuwangi, melainkan dari selatan Banyuwangi. Seperti Meja Perjamuan, Studio
Klampisan yang juga bergerak pada performance art berbasis kontemporer dan
seringnya mereka berpameran di Eropa, Enter Studio (Jajag), Java Comunal Space,
Koalisi Kolase, Muralist Banyuwangi, Satwika Mixed Art Community (SMAC), Luar
Rumah Picture (Genteng), Porto Production yang diprakarsai Oleh Ali Sulaiman
atau akrab dipanggil Sul.
Ada sebuah kelompok yang menarik perhatian saya yaitu
Kolektif Meja Perjamuan. Pada tanggal 10-11 Januari 2023 Kolektif itu membuat
kegiatan pameran yang bertema "Manusia dengan Perasaannya" yang
menggunakan sistem ticketing atau berbayar pada pameran. Sistem itu bertujuan
untuk membentuk habitat dan bentuk pengenalan apresiasi seni di Banyuwangi.
Pameran ini dihadiri lebih dari 140 orang, dengan biaya Rp
15.000, walaupun diadakan di sebuah coffee shop. Karya senirupa yang
ditampilkan adalah lukisan dan juga seni instalasi. Seni pertunjukan yang ditampilkan
adalah live music, puisi, screening film, teatrikal puisi, dan performanceart.
Kolektif Meja Perjamuan sendiri memang hadir di Pameran ArtOs Nusantara 2023, menjadi peserta dari Banyuwangi yang tampil berbeda. Pasalnya karyanya meliputi instalasi, screening film dokumenter, lukisan serta wacana yang mereka riset. Warisan pemerintahan 90-an yang menggagas patung ular sebagai penanda di setiap gapura masuk ke desa-desa di Banyuwangi dikenal dengan Gema Wisata. (Bersambung)
Baca tulisan selanjutnya Melirik Digubahnya Pameran Seni Rupa Harjaba Menjadi ArtOs (2)
(Penulis: ‘Jibon’
Krisna Jiwanggi Banyu, Seniman Muda asal Kelurahan Banjarsari, Kecamatan
Glagah, Banyuwangi)