Slamet Dihardjo, Koordinator Peringatan Hari Tari Dunia. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Peringatan Hari Tadi Dunia WDD (World Dance Day) akan digelar di Umah Keboan, Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh. Event pertama kali digelar di Banyuwangi ini, dilakukan secara tertutup, kecuali undangan yang sudah ditentukan.
“Kondisinya memang demikian, kita tidak boleh menggelar kerumunan. Kegiatan ini juga sebagai pengganti dari ratusan event B-Fest yang gagal digelar, gara-gara Pandemi Covid-19,” kata Selamet Dihardjo, koordinator DDD Banyuwangi kepada KabarBanyuwangi.co.id, Rabu (28/4/2021) siang.
“Namun bagi penikmat seni tidak perlu kawatir, karena semua
aktivitas tari pada event tersebut akan ditayangkan ulang melalui Chanel
Youtube WWD Banyuwangi,” imbuhnya.
Menurut pria yang akrab dipanggil Samsul ini, Banyuwangi
menjadi daerah pertama di Indonesia yang membuat kalender wisata (Calendar Of Event)
berkonsep hybrid yaitu penggabungan antara konsep event online dan offline.
“Konsep ini memberikan pengalaman, ketika acara berlangsung
tetap dapat dihadiri oleh peserta offline dengan kapasitas tertentu. Pada saat
live streaming, peserta online juga dapat melihat ambience dan seluruh peserta
offline yang hadir pada saat acara berlangsung,” tambah pemilik Sawah Art Space
ini.
Acara WDD Banyuwangi mengusung tema, bersinergi dalam
kedamaian dengan judul Nyawiji dalam arti bersatu.
“Tema ini kami ambil dari isu hari ini bahwa manusia selalu
hidup berdampingan dengan sesuatu yang tidak diharapkan lalu bagaimana manusia
lebih memaknai hidup dengan segala kondisi dan perbedaan,” terang Sarjana Tari
lulusan STKW Surabaya ini.
“Tampilan acara dari berbagai komunitas, sanggar, maupun
individu menampilkan karya yang sudah jadi ataupun karya on progress,” imbuh
Samsul.
Konsep pemanggungannya dibagi menjadi 3 bentuk. Satu
panggung utama prosenium, tiga panggung instalasi, dan satu panggung konsep
arena.
Disediakan pula dua panggung khusus pemusik, yaitu panggung
dengan satu set gamelan Banyuwangi, dan satupanggung untuk partisipan yang membawa
instrumen sendiri berdasarkan kebutuhan kekaryaannya.
“Sebagai ciri khas agenda perhelatan ini, diakhir acara
ditutup dengan menari bersama dalam ketubuhan yang berbeda namun satu irama
saling bertukar rasa sesuai dengan Nyawiji,” pungkas Samsul. (sen)