(Foto: Humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id - Gerakan solidaritas antar siswa di Banyuwangi, Siswa Asuh Sebaya (SAS), semakin dirasakan manfaatnya. Gerakan tersebut kini semakin meluas jangkauannya. Tidak hanya membantu antar siswa di dalam sekolah, namun meluas antar sekolah.
Jika dulu dikenal dengan Siswa Asuh Sebaya, kini gerakan membangun kepedulian antar pelajar di Banyuwangi itu diperluas menjadi Sekolah Asus Sekolah (SAS). Gerakan tersebut diluncurkan oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dari SDN 1 Lateng, Kecamatan Banyuwangi, Sabtu (8/5/2021).
Ipuk menjelaskan, program Sekolah
Asuh Sekolah adalah peningkatan dari program Siswa Asuh Sebaya. Lewat program
Sekolah Asuh Sekolah, Ipuk berharap dapat meningkatkan solidaritas antar
sekolah.
Sekolah-sekolah yang memiliki
kelebihan, baik dari sisi anggaran, fasilitas, maupun kapasitas, diharapkan
bisa mengasuh sekolah lain yang memang membutuhkan pendampingan.
“Lewat program ini, saya harapkan
setiap sekolah bisa saling bersinergi. Misalnya, jika ada sekolah memiliki
kelebihan komputer, bisa diberikan ke sekolah lain yang masih kekurangan
komputer,” kata Ipuk.
“Demikian pula dari sisi kompetensi
dan sistem, sekolah yang lebih maju harus mendampingi sekolah lain untuk
melakukan transformasi. Ini adalah salah satu strategi menjawab masalah
pemerataan kualitas pendidikan,” imbuh Ipuk.
Siswa Asuh Sebaya (SAS) sendiri
merupakan program mengumpulkan dana sukarela dari siswa mampu, lalu diberikan
untuk rekannya dari keluarga kurang mampu. Setiap pekan pelajar dari keluarga
mampu rutin menyisihkan uang sakunya lalu dikumpulkan untuk diberikan kepada
siswa yang kurang mampu di sekolahnya.
Data dari DInas Pendidikan
menyebutkan total yang berhasil dikumpulkan siswa dari menyisihkan uang
jajannya sejak 2011 mencapai Rp 21,297 miiar. Dan berhasil membantu 20.000
siswa kurang mampu.
Bantuan ada yang berupa beasiswa,
alat dan modul pembelajaran, tas, sepeda, sepatu, maupun uang saku untuk
transportasi. Ada juga handphone dan pulsa internet untuk belajar daring.
“SAS ini kemudian kita kembangkan
menjadi Sekolah Asuh Sekolah. Kalau dulu sasarannya hanya teman sebaya di
sekolah yang sama, sekarang juga menyasar siswa di sekolah yang lain,” papar
Ipuk.
“Bahkan guru pun bisa mengajak
diskusi guru lain di sekitarnya untuk menerapkan pembelajaran yang lebih
efektif. Sehingga SAS tidak hanya mendorong empati para pelajar, namun juga
guru dan kepala sekolah,” imbuhnya.
Keterangan Gambar : (Foto: Humas/kab/bwi)
Dengan program ini, Ipuk optimistis
pemerataan pendidikan di Banyuwangi bisa cepat terlaksana karena semua sekolah
dipantik untuk saling peduli dengan perkembangan sekolah lainnya.
"Dengan cara keroyokan semacam
ini, harapan kami mutu pendidikan di sekolah-sekolah Banyuwangi juga semakin
meningkat," harap Ipuk.
Plt. Kepala Dinas Pendidikan
Banyuwangi Suratno menambahkan, program Sekolah Asuh Sekolah, tidak hanya
melibatkan siswa, namun guru juga. Dicontohkan, apabila satu sekolah kelebihan
sarana-prasarana penunjang pendidikan, bisa diberikan/dipinjamkan kepada
sekolah lain.
"Bisa juga sekolah donasi
"ilmu". Sekolah yang memiliki program unggulan, melatih guru di
sekolah lain. Dengan cara ini, kami berharap sinergitas dan solidaritas antar
sekolah di Banyuwangi terus tumbuh," kata dia.
Sekadar diketahui, pada bulan ini
program mulai dijalankan. "Rinciannya, ada 55 sekolah yang menyalurkan
dana siswa asuh sebaya lintas sekolah, 14 sekolah menyalurkan uang/barang, dan
tiga sekolah melakukan "asuh" pelatihan program kepada sekolah
lain," ujar Suratno.
Program SAS ini menjadi nominator
MDGs (Millennium Development Goals) Award pada 2014, menjadi pelengkap dari
program intervensi kebijakan pemerintah daerah lainnya.
“Seperti program Banyuwangi Cerdas dan Banyuwangi Belajar, uang saku dan transport untuk pelajar, hingga program gerakan daerah angkat anak muda putus sekolah (Garda Ampuh),” jelas Suratno. (Humas/kab/bwi)