Batik mermotif Corona hasil karya Fitriyah. (Foto: Rivani)
KabarBanyuwangi.co.id - Selain terkenal dengan batik tertuanya yakni Gajah Oling, Banyuwangi ternyata memiliki Batik unik bermotif Corona yang berhasil tembus di pasar Asia maupun Eropa.
Fitriyah (45), dengan bekal keahlian yang didapat melalui pelatihan saat masih aktif di Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), wanita pengusaha rumah produksi brand batik Mertosari asal Dusun Balak Kidul, Desa Balak, Kecamatan Songgon, Banyuwangi ini berhasil mendirikan tempat produksi batik milik pribadi.
Usaha yang ditekuninya sejak 6 tahun lalu, dirinya mengaku
bertekad mengangkat ciri khas lokal kecamatan Songgon yang terkenal dengan
penghasil buah durian, sejarah, hingga budayanya.
"Saya melihat peluang, tentang apa yang belum ada di
kecamatan Songgon ini. Karena saya sendiri tidak ingin memiliki usaha yang
latah, atau meniru orang lain," kata Fitriyah, Minggu (3/10/2021).
Dalam kurun waktu 6 tahun, usaha produksi batiknya mampu
omzet penjualan hingga Rp 30 Juta setiap bulan. "Kalau batik saya itu
sudah dipasarkan ke Kalimantan, Papua, hingga Sumatera. Pernah juga kita kirim
ke Malaysia, Kanada sampai Jerman," ungkapnya.
Dirinya menambahkan, dalam memproduksi batik memang
memiliki kendala tersendiri. Dikarenakan masih menggunakan alat tradisional,
sering kali faktor cuaca juga mempengaruhi lama waktu produksi.
"Kalau kita tau proses, segalanya masih mudah. Namun
yang paling sulit adalah pada saat mewarnai motif yang njelimet. Terlebih kalau
cuaca sedang kurang baik, pengeringannya jadi lebih lama. Karena kita memang
masih mengandalkan sinar matahari," ucap Fitriyah.
Dalam sekali proses kain batik, dirinya mengaku hanya
membutuhkan waktu minimal tujuh hari. Namun untuk batik full tulis bisa memakan
waktu hingga satu bulan lebih.
Proses membatik masih dilakukan dengan cara
tradisional. (Foto: Rivani)
Beragam jenis batik telah Ia produksi, Mulai dari batik
motif durian merah, hingga Sulur Godong. Bahkan dengan adanya pandemi Covid-19
ini dirinya juga memproduksi batik bermotif virus Corona yang malah diminta
banyak pelanggan.
"Setiap rumah produksi batik itu selalu memiliki ciri
khas masing-masing. Kita memang mengantisipasi agar tidak ada yang menyerupai
dan meniru," cetus Fitriyah.
Dengan ukuran 1 meter kali 2,5 meter kain batik, harga yang
Ia patok pun sangat ramah dikantong. Yakni mulai dari Rp 100 Ribu hingga Rp 1,5
Juta saja.
Selain memasarkan produknya secara langsung, dirinya juga
aktif ikut serta dalam berbagai pameran yang diselenggarakan oleh pemerintah
kabupaten Banyuwangi. Sebagai ajang promosi hingga pengangkatan produk lokal
Bumi Blambangan.
Terakhir dirinya berharap para pengrajin batik di
Banyuwangi bisa terus berinovasi dan menjaga kualitas serta berkomitmen dalam
memberikan karya terbaik untuk masyarakat. (van)