Mabrur mempresentasikan materi filmnya. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Penulis naskah film asal bumi Blambangan “Achmad Roghib Mabrur” berhasil menorehkan prestasi ditingkat nasional dengan mengangkat budaya adat suku Using yaitu Seblang Olehsari dalam perhelatan SCENE Inkubasi Masterclass Pengembangan Skenario Film TV & OTT 2021.
Perhelatan tersebut digelar oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) RI pada 20 Agustus – 2 September 2021 bertempat di The 101 Suryakencana Bogor dan Hotel Sangri-La Jakarta.
Mabrur, sapaan akrabnya menceritakan bahwa selama proses
seleksi SCENE Inkubasi Masterclass Pengembangan Skenario Film TV & OTT 2021
sangat ketat dan penuh perjuangan.
Pasalnya ia harus menyisihkan 66 peserta dari empat kota
besar yang menjadi lokasi penyisihan scene daerah seperti Surabaya, Bandung,
Padang, dan Makasar, untuk mencapai lolos ke 14 besar nasional.
“Alhamdulillah, saya bersyukur karena berkat doa orang tua
dan saudara bisa lolos 14 besar nasional. Proses seleksinya sangat ketat dan
penuh perjuangan, dimulai penyisihan naskah scene Surabaya dan lolos inkubasi
scene Surabaya selama 3 hari dari 24 Maret hingga 27 Maret 2021 dan lolos final
Inkubasi Nasional,” ungkap Mabrur dengan penuh kebahagiaan.
“Digembleng selama 2 minggu pada tanggal 20 Agustus – 2
September 2021 di Bogor dan Jakarta," imbuh Mabrur yang merupakan
scriptwriter independen tersebut.
Mabrur menjelaskan bahwa ia lolos 14 besar nasional karena
mengangkat tema budaya lokal Banyuwangi “Adat istiadat Seblang Olehsari” yang
ia kemas menarik sedemikian rupa dengan nuansa Internasional, mengambil
judul film panjang “Girl Man”.
“Saya sangat sadar jika konten lokal atau cerita rakyat
yang ada di daerah seperti Banyuwangi ini sedang naik daun, karena pasar
mencari cerita yang otentik untuk bisa diadaptasi menjadi sebuah karya film
komersil, namun sayangnya banyak cerita daerah yang belum terangkat dengan
baik," jelas Mabrur.
"Padahal karakter cerita itu sangat kaya akan
kebudayaan lokal untuk bisa dikembangkan. Oleh karenanya film Girl Man ini
terinspirasi dari tradisi Seblang Olehsari dan isu terkini yang sedang hangat
diperbincangkan," imbuhnya.
Para peserta yang lolos inkubasi nasional dalam
kelas film. (Foto: Istimewa)
Sebanyak 14 peserta yang lolos inkubasi nasional terbagi
dalam dua kelas yakni 7 peserta kelas film, dan 7 peserta kelas series. Kepada
media, Mabrur mengatakan jika naskah Girl Man memiliki alur kisah yang
berkaitan dengan budaya Banyuwangi yaitu penari seblang.
“Saya termasuk kelas film, saat pitching dihadapan para
investor film nasional saya membeberkan kekayaan budaya Banyuwangi dalam film
Girl Man ini. Alhamdulillah respon investor takjub,” ujarnya.
Tak hanya budaya, naskah tersebut menurutnya juga memiliki
cerita tentang masalah gender yang dialami oleh tokoh utama yang merupakan
seorang penari seblang.
"Loglinenya adalah seorang perempuan penari Seblang
ingin melaksanakan tolak bala desa sebagai kewajiban adat sejak menerima
wangsit leluhur. Tetapi timbul dilema ketika dia harus memenuhi tuntutan trah
dan ingin mengungkapkan status gendernya kepada gadis yang dicintainya bahwa
dia mengidap hipospadia," jelasnya.
Mabrur mengatakan, tokoh dalam naskahnya adalah penderita
hipospadia. Yaitu kelainan bentuk kelamin yang membuatnya dianggap perempuan
sejak lahir. Namun pada kenyataanya, jiwa sang tokoh lebih kepada seorang
laki-laki. Hal itu muncul ketika tokoh bernama Marsani itu jatuh hati kepada
seorang wanita.
"Cerita ini terinspirasi dari budaya dan beberapa
fenomena yang muncul, awalnya saya membawakan cerita tentang Gandrung dan
perlawanan kepada penjajah. Tapi kemudian dirombak total di tengah masa
inkubasi," terang alumni Poliwangi itu.
Setelah dipastikan masuk 14 besar naskah terbaik, masih
menururt Mabrur, saat ini pihak manajemen agen yang ditunjuk Kemenparekraf
masih menunggu rumah produksi yang akan membiayai produksi film dari naskahnya.
Mabrur juga mengatakan, iklim dunia penulisan naskah saat
ini sedang berkembang di tanah air. Efek pandemi menurutnya membuat konsumsi
film masyarakat meningkat. Sehingga dibutuhkan banyak penulis skenario film
dengan ide-ide segar untuk bisa menciptakan film dengan kualitas cerita yang
baik.
"Sekarang banyak masyarakat yang menyukai film-film
pendek dan seri. Penulis skenario juga sudah mulai berkembang termasuk di
Banyuwangi," ungkapnya.
Mabrur saat menerima penghargaan dari
Kemenparekraf/Baparekraf RI. (Foto: Istimewa)
Selama rangkaian inkubasi kemarin, Mabrur banyak
mendapatkan pengalaman dan materi perfilman yang rinci sangat berguna untuk menunjang
karir filmnya.
Di antaranya, pengantar media TV dan Media Baru, pengantar
berpikir visual, pengenalan media luaran, pengenalan struktur, logline, premis,
character background, praktek kelompok - sinopsis, praktek kelompok -
treatment, praktek kelompok – finalize bible, presentasi, pitch deck, story
prompt, story clock, public speaking, hingga pitching.
“Saya berharap pengalaman dan ilmu yang saya dapatkan
inkubasi kemarin dapat berbagi ke teman-teman pelaku film daerah, dan saat ini
Film Girl Man tahap penjajakan kepada para investor pelaku film nasional. Mohon
doa dan dukungannya, semoga film ini juga bisa segera diproduksi agar bisa
dinikmati masyarakat luas,” harapnya.
Pria yang kerab dipanggil “Acheroma” ini lahir di Dusun
Krajan Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur tersebut
memulai karir di dunia perfilman sejak tahun 2017 hingga sekarang dengan
menyabet beberapa prestasi.
Seperti pemenang tim Terbaik Film Rally Jawa Timur di Banyuwangi 2017 dengan judul “Gandrung Landung”, pemenang ide terbaik dan pemenang penulis scenario Film Rally Jawa Timur di Jember 2018 dengan judul “Tulodho”, juara 3 Festival Film Banyuwangi 2019 berjudul “De Jaripah”, dan Lima film pendek terbaik di Festival Film Banyuwangi 2021 berjudul “Gandrung Landung”. (man)